Selasa, 28 Oktober 2014

A Fighter in Your Heart

Mentari tak pernah menangis, walau dia terpisahkan dengan apa yang dicintainya. Dia tetap menanti masa, ketika waktu mulai memendar sepi, dan kembali dia terperangkap dalam kerinduan kepada rembulan

Mentari tak pernah marah, walau dedaunan tak membalas sinarnya. Esok dia tetap akan bersinar lagi, walau mungkin ada masa dia merasa bosan dan menawarkan sedikit mendung. Tapi seperti biasanya, dia tetap kembali untuk dedaunan

Mentari tak mengambil hati, ketika orang mengeluh akan panasnya, dan kembali merindu hadirnya ketika musim hujan tiba.

Waktu tak menunggu siapa-siapa, sedangkan kita terus memerangkap diri dalam cerita usang.

karena hidup itu adalah tentang perjuangan, terjatuh dan kembali bangkit lagi. Setiap orang terlahir dengan jiwa pejuang dalam dirinya. Kita hanya perlu menatap jauh ke dalam lubuk hati, apakah kita telah membunuh petarung itu.

Kamu sakit, kamu hanya perlu bertarung melawan sakitmu.

Kamu gagal, kamu hanya perlu bertarung melawan gagalmu.

Kamu tak punya siapa-siapa, kamu hanya perlu bertarung untuk belajar keindahan kesendirian.

Orang mencemoohmu, kamu hanya perlu bertarung melawan amarahmu.

Karena hidup adalah perjuangan. Hingga kelak waktu kita habis, kita telah mampu menjaga amanah Allah sebaik-baiknya.

Sampaikan kepadaku kawan, kamu tak pernah menyerah...

Allahu a'lam

Hadiah Untukmu

Dalam bahasa inggris, ada salah satu kata yang mempunyai dua makna yang berbeda dalam bahasa Indonesia Kata itu adalah "present". Kata tersebut bisa bermakna saat ini/sekarang, bisa juga bermakna hadiah.

Jadi hidup ini, saat ini adalah hadiah buat kita.

Seseorang bisa meratapi masa lalunya, namun tak seorang pun yang bisa merubahnya. Seseorang bisa merancang masa depannya, namun tak seorang pun yang bisa tahu pasti apakah dia akan bisa melakukan apa yang direncanakan.

Tapi saat ini, ketika kita masih menghembuskan napas, menikmati sejenak kehidupan dan mensyukuri, itulah yang benar-benar kita jalani.

Bukan masa lalu ataupun masa depan.

Banyak hal yang berubah dalam hidup kita. Banyak orang yang pergi dan meninggalkan kita, dan ada juga yang datang - Karena hidup salah satunya adalah kisah ditinggalkan dan meninggalkan- Namun tahukah kamu ada seseorang yang tak pernah benar-benar meninggalkanmu.

Dia adalah dirimu sendiri.

Kawan, kehidupan ini adalah hadiah untukmu

Dan dirimu, adalah satu-satunya yang tak akan meninggalkan dirimu sendiri.

Saudaraku, janganlah memaksa dirimu terlalu keras. Nikmatilah setiap momen dalam hidupmu. Jadilah mentari, bukan lilin.

Tahukah kamu lilin?

dia menerangi orang lain, tapi pada akhirnya dia sendiri akan habis.

Dia membahagiakan orang lain, tapi ketika dia kehabisan cahaya kebahagiaannya, maka dia tak bisa lagi memberi cahaya tersebut pada orang lain.

Sementara mentari bersinar terang tanpa perlu takut kehabisan cahaya.

Hidup hanyalah sementara, dan kita tak tahu kapan kita mati. Yang perlu kita persiapkan apa bekal kita saja.

Saudaraku, dalam hidup itu bukan masalah win dan lose. Ketika kamu membahagiakan orang yang kau cintai, maka kamu juga harus bahagia terlebih dahulu. Kebahagiaan adalah masalah win dan win. Semua menang dan bahagia

Bila kamu tak punya apa-apa dalam hidupmu, bukan berarti kamu harus menyesalinya. Selama punya kesempatan dan kesehatan, maka tetaplah bersyukur.

Tahukah kamu apa yang paling berharga bagi orang yang sakit keras walau dirinya dipenuhi oleh harta berlimpah? Kesehatan.

Kesehatanmu adalah hal yang penting. Kesehatan bagaikan bunga yang indah di taman jiwamu, bila engkau tak merawatnya, maka dia akan layu. Saat itu kau akan menyesal telah mengabaikannya.

Saudaraku, ada saat kita terjatuh. Maka kita hanya perlu mengingat bahwa hidup itu bagaikan roda, tak selamanya kita di bawah. Bangkitlah. Lupakan masa lalu, dan hiduplah dengan kekuatan terbesarmu.

Kekuatan terbesar yang kita miliki adalah tauhid, iman kepada Allah.

Saudaraku, ketika engkau menangis, maka ingatlah bahwa engkau pernah tertawa.

Ketika engkau menderita, maka engkau juga pernah bahagia.

Dan selalulah mengingat masa apa yang kita jalani adalah hadiah.

Dan sebuah hadiah menjadi indah bila kita mensyukuri pemberian tersebut dan mempergunakan dengan sebaik-baiknya.

Allahu a'lam

Karena Dunia Tak Selebar Daun Kelor

"Kapalnya sudah pergi. Kalian terlambat." Kalimat itu membuatku menggerutu dalam hati. Perjalanan dari Malang menuju Tanjung Perak seperti menjadi sia-sia. Apalagi kami sudah membeli tiket untuk pulang ke kota kelahiranku setelah melakukan pendakian selama seminggu di Semeru.

Seharusnya malam ini saya bersama ketiga sahabat, Tony, Tobo, dan Pardi sudah berada di atas kapal menuju ke kampung halaman. Mungkin sambil menikmati desir angin malam yang bermanja-manja menyelimuti tubuh kami. Tapi tidak, waktu tidak menunggu siapa-siapa. Telat sedetik ataupun sejam sama saja. Artinya kami harus menyusun rencana baru.

"Ada sih kapal. Tapi besok." Kata penjual tiket.

Kami saling berpandangan.

"Bagaimana kalau kita menginap di sini saja malam ini?" Kata Tony.

"Boleh." Kata Tobo mendukung Tony.

Memang sepertinya tidak ada pilihan lain.Menggembel di pelabuhan adalah pilihan yang paling pas buat kami saat ini. Tapi mungkin juga bukan pilihan yang pas. Kondisi pelabuhan yang penuh aliran manusia, membuatku membuka mata kewaspadaanku. Barang-barang disusun rapi terjangkau dari pandangan.

“Dulu waktu berkunjung ke sini, saya sempat bertemu dengan teman sedaerah. Saya akan mencarinya bersama Tobo, siapa tahu dia masih di sini. Mungkin kita bisa menginap di tempatnya. Kalian di sini saja.” Tony menceritakan rencananya.

Aku dan Pardi mengiyakan saja. Ide tersebut terdengar masuk akal saat ini.

***

Angin malam mulai berhembus-hembus manja di tubuhkami. Beralaskan matras, aku merebahkan diri sambil menatap langit-langit.Malam seperti bercerita padaku saat ini.

Tony telah kembali. Dengan kabar orang yang dicari tiada ketemu. Jadi kami sepakat untuk tidur saja di depan loket penjual tiket. Tak mengapa, aku mulai menikmati momen ini. Menjalani kehidupan malam di pelabuhan perak. Menjadi gembel, tidur beralaskan bumi, beratapkan langit.

“Milo hangat mas, kopi hangat. Yang hangat-hangat.” Suara seorang ibu terdengar di telingaku. Kami mengalihkan pandangan ke arahnya.

Seorang wanita berumur sekitar 35-an tahunberdiri di hadapan kami. Dia membawa termos, minuman instan dan gelas-gelas plastik. Dengan gigih dia menawarkan jualan minumannya. Walau kami telah berusaha menolaknya. dia tetap menawarkan lagi.

Mendadak aku merasa kasihan kepada wanita itu.Bayangkan, seorang wanita di tengah malam berada di pelabuhan untuk mencari rezeki. Kerasnya kehidupan bagi banyak orang tidak membuat mereka menyerah.Malah mereka semakin berusaha keras untuk berjuang dan tak menyerah.

Aku merotasikan pandanganku. Tingkah manusia bercerita tentang makna hidup kepadaku. Begitu banyak manusia berada di pelabuhan ini. Mereka semua mempunyai penderitaan hidupnya masing-masing. Namun aku bisa melihat, bagi sebagian orang penderitaan kehidupan bukanlah masalah,namun masalahnya adalah bagaimana kita memutuskan untuk menghadapinya.

Sebagian orang memilih untuk berbuat menyerah,dan sebagian lagi memilih untuk menyerah.

Dan mereka yang memilih untuk berjuang, salah satunya adalah wanita di hadapanku.

“Pesan satu mbak. Milo hangat.” Kataku.Teman-teman yang lain ikut memesan.

Wanita itu dengan cekatan menyajikan pesananku. Dalam hatiku aku merasa damai. Walau malam ini kami mengalami masalah, namun selalu ada hikmah yang dapat kami petik tentang kehidupan.Karena memang dunia tak selebar daun kelor, dan masalah dalam hidup pun tak selalu sebesar seperti apa yang kita bayangkan. Pandanglah jauh, maka kita dapat mengerti banyak orang yang mengalami masalah yang lebih besar dalam hidup kita.

Jangan Hidup Untuk Menunggu Masa "Indah" Itu Datang

Sadar atau tidak, banyak orang memenjara hidupnya dengan beban masa lalu atau impian masa depan. Terdengar seperti melodi indah ketika kita membayangkan masa depan yang "indah", dan mungkin terdengar seperti melodi penyayat hati ketika teringat masa lalu yang "buruk."

Memang benar, hidup yang benar-benar indah itu memang jauh dari apa yang kita alami sekarang. Anda pun siap berdebat ketika ada orang yang mengatakan bahwa hidup anda di masa lalu tak seburuk yang diceritakan. Karena memang faktanya hal-hal yang tidak menyenangkan pernah atau sedang kita alami.

Tapi ada sebuah ajaran yang mengatakan, "Bila Anda tak bisa memperoleh semuanya, maka jangan meninggalkan yang sedikit." Bila dalam hidup ini kita tidak bisa mensyukuri banyak hal, maka paling tidak kita bisa mensyukuri yang "sedikit". Sedikit dalam pandangan kita, walau sesungguhnya hal tersebut adalah hal yang besar.

"Sedikit" itu misalnya kita masih bisa bernapas. Bernapas itu mempunyai filosofi yang sangat dalam. Ketika kita menghirup udara, maka kita harus mengeluarkannya lagi untuk tetap hidup. Filosofinya, dalam hal yang paling sederhana dalam hidup kita yaitu bernapas, kita harus mengeluarkan usaha untuk mendapatkan hasil yang setimpal.

Simpelnya, bila kita masih bisa bernapas, maka tetap ada kesempatan yang diberikan Allah kepada kita untuk mengubah hidup kita.

Hal yang "sedikit', begitu dekat, namun kita selalu memikirkan kebahagiaan yang lebih "kecil." Coba ditanyakan, adakah manusia yang mau kehilangan kemampuan bernapasnya? Adakah manusia mau kehilangan penglihatannya? adakah manusia yang suka kehilangan nikmat pendengarannya? Adakah manusia yang ingin kehilangan kesehatannya?

Patokan keindahan hidup memang menjadi logika semu. Nikmat hidup dikatakan bila kita sudah punya banyak harta, namun lihatlah di sudut sana banyak orang-orang kaya yang juga kebingungan karena tidak memperoleh kebahagiaan. Nikmat hidup dikatakan bila sudah punya jabatan yang tinggi, namun lihatlah di sudut sana banyak pejabat yang tidak bisa menikmati hidupnya karena banyak masalah yang harus dipertanggungjawabkan. Katanya nikmat hidup bila sudah terkenal, tapi mengapa yang terkenal malah berangan-angan kembali ke kehidupan ketika tak seorang pun mengenal mereka?

Karena sebenarnya, kebahagiaan itu ada pada rasa syukur. Bila kita terus menerus bersyukur, maka kebahagiaan kita akan bertambah.

Jangan hidup demi masa depan yang lebih "indah". Karena yakinlah, keindahan itu berada dalam rasa syukur kita, bukan dalam impian-impian semu yang mungkin kita tak pernah akan kita dapatkan.

Dan bila kita tak pernah mendapatkan kebahagiaan kita, maka apakah selamanya masa "indah" itu tidak ada?

Karena Tuhan itu Maha Adil, maka kebahagiaan tak diletakkan pada apa yang kita peroleh, namun sejauh mana kita bersyukur pada 'sekecil' apapun hal yang kita miliki

Allahu a'lam

Anda Sendiri Yang Memilihnya, Akuilah!

Saya selalu mengingat kata-kata atasannya atasan saya ketika beliau berkunjung ke kantor. Beliau berpesan, "Kita (mungkin) menjalani lebih banyak kehidupan di kantor daripada kehidupan di luar, maka ciptakanlah ruang kantor menjadi rumah yang nyaman bagi kalian."

Kantor atau tempat kita bekerja adalah rumah kedua kita. Di sini kita menjalani kehidupan kita sehari-hari, mencari nafkah yang halal, dan berinteraksi dengan beragam karakter yang berbeda. Dalam sehari (di luar jam tidur dan hari libur), seseorang bisa jadi menghabiskan hidupnya lebih banyak di kantor.

Jadi apa jadinya bila seseorang membenci pekerjaannya?

Sepertinya dan seingat saya pernah membaca sebuah survey yang menyatakan hanya 5 dari seratus orang yang benar-benar bekerja di bidang yang dia sukai. Sisanya 95 % bekerja di bidang yang mereka (cenderung) tidak sukai.

Berbagai faktor yang kompleks membuat seseorang tidak menyukai pekerjaan mereka. Dan uang terkadang tidak menjadi faktor utama seseorang meninggalkan pekerjaan yang tidak disukai. Ada berbagai faktor yang bermain sehingga membuat kita ingin waktu bekerja cepat-cepat selesai, Senin tidak pernah datang, dan sabtu/minggu cepat-cepat datang.

Lalu, apakah yang bisa kita lakukan bila perasaan tidak suka pada pekerjaan itu datang?

Mungkin salah satu cara yang paling efektif adalah melihat dari sudut pandang pengangguran dan pengemis. Coba kita pejamkan mata kita, dan bayangkanlah bila kita berada di posisi yang berlawanan dari posisi kita sekarang. Ingatlah, banyak orang yang tak bekerja yang begitu ingin berada di posisi orang yang bekerja dan penghasilan tetap. Serta bayangkanlah, betapa beruntungnya kita tak menjadi seorang pengemis untuk mendapatkan nafkah yang halal.

Setelah itu kita berusaha mencari sebab-sebab kecil mengapa kita tidak menyukai pekerjaan kita. Semua insya Allah ada jalan keluarnya. Bila kita tidak menyukai pekerjaan karena lingkungan kerja yang menyenangkan, mulailah membangun rumah yang nyaman bagi kita.

Setiap ruang kerja, walaupun sekecil apapun, mempunyai hal yang kita sukai. Seperti seseorang yang menyukai menulis, mungkin dia bisa menyempatkan diri menulis di media-media internal dan coba-coba mengikuti lomba yang diadakan instansinya . Tujuannya agar ada penyegaran dalam pekerjaannya.

Seseorang yang menyukai olahraga, bisa mengikuti klub olahraga di kantornya. Seseorang yang menyukai kegiatan-kegiatan sosial, mungkin bisa membuat kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan sosial di kantornya.

Mulailah menyukai hal-hal yang kecil, misalnya saja atasan yang baik, teman kerja yang ramah, pekerjaan yang masih memberi kita kebebasan untuk beribadah, dan kantin kantor yang dekat dan enak. Mungkin juga, komputer yang belum pernah hang, lelucon-lelucon dari rekan kerja, toilet yang nyaman. Mulailah berhitung hal yang baik dan mencoba mengatasi hal yang buruk.

Pada akhirnya, seperti status seorang teman FB, "jangan pernah meludah di tempat kamu minum". Filosofi itu mengajarkan bahwa jangan karena kita tidak menyukai pekerjaan kita, malah membuat lingkungan kerja kita menjadi buruk bagi orang lain atau lebih parah menjelek-jelekkan tempat kita bekerja.

Bila kita sudah benar-benar tidak bisa menyukai pekerjaan kita bahkan menjelek-jelekkan pekerjaan kita, maka saat itu kita harus memutuskan untuk tidak mengambil gaji kita di awal bulan dan berjuang untuk pekerjaan yang kita sukai.

Setidaknya itu lebih terhormat, karena sesungguhnya pekerjaan adalah pilihan hidup kita juga.

Allahu a'lam

Mata Sebening Embun

Perhatikanlah diri Anda. Dan cobalah hitung-hitung nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada Anda. Maka tak akan berhenti Anda menghitungnya, karena memang nikmat tersebut begitu banyaknya.

Suatu nikmat yang sangat besar bagi kita adalah mata. Mata merupakan jendela dunia, itulah kata orang bijak. Dengan matalah kita bisa melihat dunia. Mata begitu kecil, namun bisa melihat banyak hal di dunia ini. Bukankah itu suatu keajaiban, bila dengan mata yang kecil kita bisa melihat sesuatu yang besarnya berkali-kali lipat daripada mata kita?

Cobalah tarik nafas anda dalam-dalam dan tutuplah kedua kelopak mata Anda. Sekarang coba rasakan bagaimana Anda melihat dengan mata yang tertutup, bisakah? Tentu saja tidak bisa. Kalau diibaratkan dunia ini adalah pengalaman, dan pengetahuan, kita tak akan bisa mengetahuinya bila kita tak pernah merasakannya. Seperti itulah hidup, kita harus terus membuka mata, agar tahu bahwa hidup ini indah.

Berjalanlah, dan bukalah mata anda. Betapa banyak orang yang lebih menderita dari anda. Anda selama ini berpikir bahwa penderitaan yang dialami adalah yang paling besar. Mungkin saja karena anda lupa membuka mata. Anda lupa di ujung dunia sana ada orang yang menangis, berlinang air mata, mengharap hidup yang anda jalani sekarang. Anda lupa, betapa banyak orang yang iri dengan kehidupan anda yang jauh lebih mudah dari mereka. Banyak orang yang sakit berharap kesehatan yang kita miliki, banyak orang yang kehilangan kemerdekaan, berharap kebebasan seperti yang kita miliki, banyak orang lapar, berharap makanan yang kita makanan.

Anda mungkin melupakannya, karena anda selalu merasa anda-lah yang paling menderita. Tapi tidak, sama sekali tidak.

Karena suatu saat, mata ini akan tertutup, dan saat itu kita tak akan merasakan indahnya dunia ini. Maka nikmatilah saat-saat di mana Tuhan menanugerahi waktu buat kita untuk hidup. Bersyukurlah, dan pandanglah dari sudut hidup yang berbeda melalui mata anda yang sebening embun

Allahu a'lam

Jadilah sahabat bagi Dirimu Sendiri

Ditinggalkan dan meninggalkan adalah kejadian yang silih berganti dalam kehidupan manusia. Terkadang persahabatan yang terjalin lama, tiba-tiba bisa menghilang karena berbagai hal. Baik terpisahkan jarak, waktu bahkan mungkin hal-hal yang tak terduga, misalnya pengkhianatan, kebohongan.

Namun sesungguhnya ada satu sahabat yang tak akan pernah meninggalkanmu, yaitu dirimu sendiri.

Aneh, terkadang seseorang menolak untuk membahagiakan dirinya dengan banyak alasan. Alasannya bisa jadi karena dia takut dengan membahagiakan dirinya, maka dia akan menyakiti orang lain.

Hidupnya pun menjadi lilin, bersinar bagi orang lain, namun bagian dari dirinya hilang satu persatu. Dan di saat dia sudah benar-benar kehabisan semangat, apinya pun meredup. Saat itu sejarah mencatat, tak ada seorang pun yang bahagia, baik dirinya maupun orang lain.

Jadilah mentari, jangan jadi lilin.

Engkau bukan lilin. Sahabatmu (yaitu jiwamu sendiri) punya hak untuk berbahagia. Tiada alasan untuk menunda kebahagiaan. Lakukanlah hal-hal yang kau sukai dan impi-impikan selagi itu bukan hal yang salah.

Kamu berhak untuk mendapatkan yang terbaik bagi dirimu tanpa terpengaruh pendapat orang lain. Kamu berhak membuat orang lain bahagia bukan karena kamu harus, tapi karena itu memang bagian dari karaktermu.

Yakinlah, saat kamu terjatuh, sahabatmu (yaitu jiwamu sendiri) yang akan menjadi bagian panjang dari proses penyembuhanmu. Dia akan setia menemanimu.

Tetaplah membahagiakan sahabatmu, hingga kelak akhir itu tiba, kamu akan tersenyum dan berkata :

"Tuhan, aku telah menjalani hidupku dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur. Terima kasih atas hidup yang indah ini."

Allahu a'lam

Ketika Amalan Hati Berbuah Surga

Suatu saat Nabi Muhammad sallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk-duduk bersama sahabatnya. Tiba-tiba beliau bersabda, "Sekarang akan muncul ditengah-tengah kalian seorang laki-laki ahli surga". Tentu saja sahabat heran, siapakah yang dimaksud dengan ahli surga tersebut.

Tak lama kemudian, muncullah seorang laki-laki dari kaum Anshar yang dari jenggotnya masih menetes air wudlunya sambil menenteng dua sandalnya dengan tangan kirinya.

Hari berlalu. Dan keesokan harinya datang lagi, Nabi bersabda hal yang sama. Lalu muncul orang laki-laki itu lagi seperti pada kali yang pertama. Dan pada hari yang ketiga orang tersebut muncul lagi, dan seperti dua hari sebelumnya, Nabi bersabda hal yang sama.

Seorang sahabat, Abdullah bin 'Amr bin Al-‘Aash, penasaran dengan rahasia lelaki tersebut. Ia lalu mengikuti orang tersebut.

Ia berkata, "Sesungguhnya aku sedang berselisih dengan ayahku,lalu aku bersumpah tidak akan datang padanya selama tiga hari, maka jika engkau bisa memberikan tempat kepadaku, aku akan ikut kamu singgah di rumahmu dan kamupun bisa melakukan kegiatanmu seperti biasa"

Lelaki tersebut menjawab, "Ya, boleh"

Abdullah bin 'Amr bermalam bersama orang tersebut selama tiga malam, menanti rahasia mengapa dia dikatakan sebagai ahli surga.
Ternyata, Abdullah bin ‘Amr tidak melihat lelaki tersebut sholat malam selama tiga hari ia berada di rumahnya. Namun bila ia terbangun dari tidurnya, lelaki ahli surga berbolak-balik pada tempat tidurnya selalu menyebut Allah 'Azza wa Jalla dan bertakbir, hingga datang waktu shalat Shubuh.

Salah satu amalan yang bisa dirasakan oleh Abdullah (bin 'Amr) adalah bahwa dia tidak pernah mendengar lelaki tersebut kecuali kebaikan.

Karena amalan-amalan yang dilakukan oleh lelaki ahli surga tersebut biasa-biasa saja, maka Abdullah (bin 'Amr) memutuskan untuk bertanya secara langsung kepadanya.

Abdullah bin 'Amr berkata "Wahai hamba Allah, sesungguhnya antara ku dan antara ayahku tidak ada kemarahan dan tidak pula pemutusan hubungan, akan tetapi karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda tertuju kepadamu sampai tiga kali (yaitu), "Sekarang akan muncul ditengah-tengah kalian seorang laki-laki ahli surga", lalu engkau muncul pula tiga kali. Maka aku ingin singgah dirumahmu supaya aku bisa melihat amalanmu sehingga aku bisa mencontohnya, tetapi aku tidak melihat engkau mengamalkan banyak amalan, lalu apa yang menyebabkan kamu sampai Rasulullah SAW bersabda demikian ?"

Orang laki-laki tersebut menjawab : "Tidak ada itu semua kecuali apa yang engkau telah melihatnya".

Maka Abdullah bin Amr berpaling untuk pulang. Melihat beliau akan pulang, lelaki ahli surga tersebut membuka sebuah rahasia dahsyat amalan hatinya

Beliau berkata "Tidak ada itu semua kecuali apa yang engkau telah melihatnya.”

Beliau melanjutkan lagi “Hanya saja tidak ada pada diriku perasaan dendam kepada seorangpun dari kaum Muslimin, dan tidak ada pula perasaan dengki pada diriku kepada seorangpun atas kebaikan yang Allah berikan kepadanya".

Abdullah bin Amr tersadar besarnya amalan hati lelaki tersebut, walaupun amalan lahiriahnya terlihat kecil.

Abdullah bin Amr berkata "Inilah yang menyebabkan (kelebihan) kamu, dan itulah yang kami tidak mampu melakukannya".

Allahu a’lam

Kita Membenci dan Menyukai Karena Sudut Pandang yang Salah

Alkisah, ada seorang ustadzah yang bercerita tentang kisah tentang seorang ibu yang mengeluhkan perilaku anaknya. Anaknya itu tinggal bersamanya dan merawat dirinya. Dia mengeluhkan betapa anaknya tidak sebaik anaknya yang tidak tinggal bersamanya.

Anaknya yang tidak tinggal bersamanya terkadang memberinya hadiah. Sebagai ibu tentu saja dia merasa senang. Dia berharap anak yang tinggal bersamanya itu berbuat sebaik anaknya itu. Dia kecewa karena anak yang tinggal bersamanya tak pernah memberinya hadiah.

Apa jawaban ustadzah tersebut? Menurutnya sang ibu selama ini mempunyai sudut pandang yang salah. Menurutnya, anak yang tak pernah memberinya hadiah mempunyai keutamaan yang lebih besar. Karena sang ibu dirawat oleh anak tersebut, di mana dia setiap hari memberi perhatian dalam bentuk yang lain. Perhatian yang tak pernah disadari ibu tersebut. Bagaimana dia menyiapkan makan dan minum setiap hari dan pengabdian lain yang tertutupi karena ibunya hanya melihat dari sudut pandang yang salah. Hanya karena sang ibu terbiasa merasakan kebaikan tersebut maka hal tersebut menjadi tak istimewa lagi baginya.

Demikianlah dalam kehidupan kita. Banyak kebaikan orang lain berubah menjadi hal yang biasa saja karena setiap hari kita merasakannya. Tak heran, banyak dari kita lebih terharu atas perhatian orang yang baru kita kenal dibanding perhatian orang yang lama mengenal kita.

Betapa banyak anak mengeluhkan orang tuanya, mencela dan bermuka masam kepada orang tuanya di rumah, tetapi mudah tersenyum kepada orang baru yang dikenalnya. terkadang kita mengingat orang tua, keluarga atau saudara yang setiap hari berinteraksi dengan kita hanya dari sudut pandang kesalahan, bukan kebaikan. Namun ketika kita bertemu seseorang yang jarang berinteraksi dan berbuat baik kepada kita hanya sekali, maka lisan kita begitu cepat memuji.

Betullah kata seorang sahabat, "Makanan yang enak dan istimewa, bila dimakan tiap hari tak akan terasa istimewa." Bahkan ayam dan daging yang harganya mahal, bila dikonsumsi tiap hari oleh orang kaya, menjadi biasa saja bahkan berubah menjadi membosankan. Namun, berikanlah kepada orang yang jarang mengkonsumsinya, maka makanan itu akan menjadi spesial dan istimewa.

Nampaknya kebaikan orang lain pun seperti itu. Kebaikan keluarga, sahabat, teman, yang tiap hari kita dapatkan, semulia apapun kebaikan itu, maka akan akan menjadi biasa saja. Kita mulai mencari-cari sudut pandang yang berbeda, mencari kekurangan mereka, dan melupakan kebaikan mereka.

Ketahuilah, keluarga, sahabat, tetangga yang setiap hari berinteraksi dengan kita mempunyai kebaikan yang setiap hari kita terima. Merekalah yang paling berhak kita perlakukan dengan baik, dengan kasih dan sayang. Kebaikan mereka melebihi orang yang berbuat kebaikan orang yang jarang berinteraksi dengan kita.

Matahari yang hangat, menjadi tak istimewa bila setiap hari kita merasakannya. Namun bagi mereka yang yang tak pernah merasakan hangatnya, maka akan menjadi istimewa.

Pantai yang indah menjadi tak istimewa bagi penduduk di sekitarnya, namun menjadi menakjubkan bagi mereka yang tinggal di daerah pegunungan.

Maka mungkin saja kita tak lagi merasakan kebaikan orang lain dan membenci karena keburukannya yang hanya sekali dua kali, karena kita telah terbiasa dengan kebaikannya.

Allahu a'lam

Mungkin Kita Pengamat Keledai Itu ... .

Alkisah, seorang bijak melakukan perjalanan yang cukup jauh dengan anaknya. Karena perjalanan yang cukup jauh, maka membawa keledai sebagai alat transportasi mereka. Sang bijak dan anaknya menunggangi keledai itu berdua dan akhirnya sampai di suatu desa.

Di desa tersebut, perbuatan sang bijak dan anaknya yang menunggangi keledai secara bersamaan mendapatkan komentar dari seorang penduduk.

"Lihat, betapa zhalimnya lelaki itu, keledai yang kecil mereka tunggangi berdua. Betapa jahat mereka mereka."

Mendengar hal tersebut, sang bijak pun turun. Dia membiarkan anaknya berada di punggung keledai sendirian. Mulailah dia berjalan di samping keledai hingga melewati desa yang lain.

Di desa tersebut, terdengar lagi komentar yang lain dari penduduk yang melihat mereka berdua.

"Lihat, betapa zhalim anak itu. Ayahnya dibiarkan berjalan, sedangkan dia asyik berada di atas keledai. Sungguh anak itu kurang ajar dan durhaka."

Tentu saja, sang anak tak mau dikatakan sebagai anak yang kurang ajar. Dipersilahkannya ayahnya untuk naik ke punggung keledai. Kemudian dia berjalan di samping keledai dan melanjutkan perjalanan.

Ternyata perbuatan sang bijak dan anaknya, tetap mengundang komentar dari penduduk desa di jalan yang mereka lewati. Kali ini sang bijak yang mendapatkan komentar yang cukup pedas.

"Ayah yang sungguh tak punya kasih dan sayang. Sungguh malang nasib anaknya, dia berjalan begitu jauh, sementara ayahnya asyik menikmati perjalanan di punggung keledai."

Kali ini sang bijak berkata kepada anaknya.

"Hai anakku, bagaimana kalau kita berjalan saja tanpa ada seorang dari kita yang menaiki keledai. Mungkin, tak ada lagi yang memberikan komentar atas tingkah laku kita." Kata sang bijak dengan suara lembut kepada anaknya.

"Iya ayah." Jawab anaknya setuju.

Mulailah mereka berjalan berdua tanpa menaiki keledai. Tapi ternyata, tetap ada saja penduduk yang mengomentari tingkah mereka. Bahkan kali ini mereka dikatakan sebagai orang bodoh.

"Bodoh, sungguh bodoh kalian berdua. Punya keledai, malah kalian berjalan begitu jauh. Sungguh kalian tak punya otak." Komentar penduduk desa tersebut.

Mendengar hal tersebut sang bijak berkata kepada anaknya.

"Nak, sesungguhnya apapun yang kita lakukan orang-orang akan tetap memberikan komentar kepada kita. Sesungguhnya ini menjadi hikmah bagi kita, bahwa walaupun sebaik apapun perbuatan kita, tetap saja dalam pandangan orang yang dengki akan terlihat buruk."

***

Dalam kehidupan kita, kita bisa jadi berada dalam posisi sang bijak dan anaknya atau para pemberi komentar. Bila kita dalam posisi sang bijak dan anaknya, bisa jadi bila kita terus mendengarkan komentar negatif orang lain, maka kita tak akan melanjutkan perjalanan dan kebaikan yang kita niatkan.

Tapi, yang paling buruk adalah kita memasang posisi sebagai pemberi komentar. Seringkali kita mendengar istilah NATO, No Action, Talk Only. Sudah tidak melakukan perbuatan amal, malah mencela orang lain yang berbuat kebaikan, bahkan mencegahnya.

Misalnya saja, ketika ita melihat sukarelawan yang memasang simbol organisasinya ketika memberi bantuan kepada korban musibah, maka kita asyik berkomentar dan membedah hatinya.

"Ah, pasti dia tidak ikhlas, hanya ingin membuat organisasinya terkenal."

Atau ketika kita melihat seseorang yang mengumumkan sedekahnya, malah kita menganggapnya riya. Padahal kita sendiri tak ikut membantu baik secara harta dan fisik, dan juga tak ikut bersedekah. Kita asyik mengomentari perbuatan seseorang, seakan-akan kita bisa membedah hati mereka.

Maka bila kita tak bisa berbuat baik, setidaknya kita jangan mencegah orang lain berbuat baik dengan komentar kita.

Dan seandainya kita bisa memilih, maka pilihlah menjadi di posisi sang bijak dan anaknya, bukan sang pengamat keledai. Karena terkadang apa yang kita pikirkan, belum tentu sesuai dengan apa yang dialami oleh mereka yang kita komentari.

Allahu a'lam

Bagi Kita Hal yang Kecil, bagi Orang Lain Mungkin itu Seluruh Hidupnya

Alkisah, ada sebuah artikel yang menuliskan perjuangan seorang pendaki untuk naik ke puncak gunung Everest. Naik ke puncak gunung everest merupakan cita-cita yang sangat dia inginkan. Untuk itu dia mengajak seorang penduduk lokal untuk menemaninya menggapai cita-citanya.

Everest adalah gunung tertinggi di dunia, tentu saja untuk mencapainya memerlukan usaha yang tidak main-main pula. Telah banyak orang yang mencobanya dan gagal. Berdua, pendaki dan penduduk lokal itu mencoba mendaki sampai ke puncak. Bahu membahu, mereka akhirnya hampir sampai ke puncak gunung tertinggi di dunia itu. Itu berarti salah satu dari mereka adalah orang pertama yang berhasil sampai ke puncak gunung everest.

Beberapa langkah lagi sang pemandu akan menjadi orang pertama yang sampai di puncak gunung everest. Tapi, sang pemandu yang melihat sang pendaki berada di belakangnya, berhenti dan menunggu sang pendaki. Dia memberi kesempatan kepada pendaki itu untuk menjadi orang pertama yang menggapai puncak gunung everest.

Syahdan, kisah pendaki yang menggapai puncak gunung everest menjadi perhatian banyak orang. Banyak wartawan yang berniat mewawancara sang pendaki, namun ada salah satu wartawan mempunyai sudut pandang yang lain. Dia mewawancarai sang pemandu, dan menanyakan mengapa dia membiarkan pendaki itu menggapai sang puncak, padahal dirinya lebih mampu untuk menggapai puncak. Bukankah itu berarti dia membiarkan orang lain mendapatkan keberhasilan?

Apa jawaban sang pemandu. Sungguh sederhana, namun bermakna sangat dalam.

"impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih impiannya"

***

Dalam kehidupan, kita sering mendengarkan seseorang bercerita tentang keberhasilannya dengan sangat bangga. Seorang ayah bercerita tentang keberhasilan anaknya, seorang yang baru naik jabatan bercerita tentang keberhasilannya dengan sangat bahagia, atau seseorang yang berhasil menggapai impiannya yang menurut kita sederhana dan mudah digapai.

Pilihannya bagi kita ketika mendengar cerita kesuksesannya, mungkin kita diam saja, atau mungkin kita malah merendahkan kesuksesannya.

"Itu kan biasa saja, saya malah sering melakukannya. Di keluarga saya itu biasa". Bisa saja kita mengucapkannya di hadapan orang itu, dan membuatnya malu.

Kita membunuh kebahagiaan seseorang.

Padahal bagi kita itu hal yang biasa, namun bagi orang lain itu adalah 'seluruh hidup' mereka. Misalnya, bagi sebagian orang mendapatkan pekerjaan adalah hal yang biasa, namun bagi sebagian orang mendapatkan pekerjaan adalah 'seluruh hidup' mereka. Bagi sebagian orang, berkunjung ke suatu tempat adalah hal yang biasa, namun bagi orang lain itu adalah kebahagiaan yang besar bagi mereka. Bagi sebagian orang, mempunyai anak yang masuk ke suatu universitas terkenal adalah biasa, namun bagi sebahagiaan orang tua, itu adalah 'seluruh hidup' mereka ketika mempunyai anak yang menggapai sukses.

Bagi sang pemandu, mungkin menggapai puncak adalah hal yang sederhana. Namun tidak bagi sang pendaki. Sang pemandu tak mau membunuh kebahagiaan sang pendaki, dengan menggapai puncak lebih dulu.

Bila kita tidak bisa membantu orang lain mencapai puncak kesuksesan seperti sang pemandu, mungkin kita bisa memilih dengan cara lain. Cara yang sederhana. Jangan pernah membunuh kebahagiaan orang lain dengan kata-kata kita yang menyakitkan.

Allahu a'lam

Setiap do'a akan menemukan jalannya sendiri

Suatu saat Imam Ahmad bin Hanbal melakukan perjalanan ke suatu daerah. Sebagai seorang penuntut ilmu serta seorang ulama beliau memang seringkali berkunjung ke suatu daerah tanpa membawa banyak bekal.

Seperti kebiasaan para musafir, maka beliau berniat untuk bermalam di mesjid. Namun niat beliau mendapatkan halangan. Seorang penjaga mesjid tidak mengizinkannya untuk menginap. Sang imam pun keluar dengan membawa barang barangnya.

Ketika berada di luar mesjid, seorang pemilik usaha memanggil sang ulama. Mungkin merasa kasihan dengan keadaan sang ulama, maka beliau mengajak imam Ahmad untuk menginap di tempatnya.

Imam Ahmad memperhatikan lelaki tersebut. Ada yang menakjubkan dari lelaki tersebut. Walau sibuk bekerja, bibir beliau terus menerus bergerak untuk berdzikir.

Imam Ahmad pun merasa penasaran dengan kebiasaan lelaki itu. Imam bertanya sejak kapan lelaki itu melakukan kebiasaannya berdzikir. Ternyata dia telah melakukan kebiasaan tersebut bertahun-tahun. Sebagai berkah dari kebiasaannya berdzikir, lelaki itu berkata, hampir semua doanya terkabul, kecuali satu hal.

"Doa apa?" Tanya imam penasaran.

"Sejak lama saya berdoa agar dipertemukan dengan Imam Ahmad. Tapi belum dikabulkan." Jawab lelaki itu.

Imam Ahmad berseru takjub.

"Sayalah Ahmad bin Hanbal."

***

Ada saat kita bertanya-tanya tentang doa yang tak kunjung terkabulkan. Hati risau dan gelisah menanti jawaban. Sebagian orang akan menyerah, namun sebagian orang akan terus berdoa dan berdoa.

Allah terkadang menjawab doa kita secara misterius. Doa kepada Allah yang tulus dan ikhlas pasti dibalas. Terkadang dibalas persis seperti doa kita, terkadang diganti dengan hal lain karena Allah tahu apa yang kita inginkan bukan yang terbaik buat kita, dan bisa jadi doa kita akan dibalas dengan kebaikan di akhirat.

Tetaplah berdoa dengan tulus dan ikhlas, karena setiap doa akan menemukan jalannya sendiri.

Allahu a'lam

Jumat, 17 Oktober 2014

Kesunyian



Masih saja kau hinggapi kalbuku
walau telah ada sesosok wanita disampingku
dan bidadari-bidarari kecil nan cantik di hadapanku
wahai kesunyian....

Deras airmata ini tumpah
disaat ku ingat dirimu
wahai kesunyian....

Jalan panjang kehidupan
penuh liku dan onak duri
penuh topeng dan sayatan luka
telah ku tempuh sejauh ini
dan akankah kutempuh selalu
wahai kesunyian ??....

Beban di pundakku
seolah tak pernah berkurang
Hujaman batu di kepalaku
seolah tak pernah berhenti
wahai kesunyian....