Selasa, 28 Oktober 2014

Kita Membenci dan Menyukai Karena Sudut Pandang yang Salah

Alkisah, ada seorang ustadzah yang bercerita tentang kisah tentang seorang ibu yang mengeluhkan perilaku anaknya. Anaknya itu tinggal bersamanya dan merawat dirinya. Dia mengeluhkan betapa anaknya tidak sebaik anaknya yang tidak tinggal bersamanya.

Anaknya yang tidak tinggal bersamanya terkadang memberinya hadiah. Sebagai ibu tentu saja dia merasa senang. Dia berharap anak yang tinggal bersamanya itu berbuat sebaik anaknya itu. Dia kecewa karena anak yang tinggal bersamanya tak pernah memberinya hadiah.

Apa jawaban ustadzah tersebut? Menurutnya sang ibu selama ini mempunyai sudut pandang yang salah. Menurutnya, anak yang tak pernah memberinya hadiah mempunyai keutamaan yang lebih besar. Karena sang ibu dirawat oleh anak tersebut, di mana dia setiap hari memberi perhatian dalam bentuk yang lain. Perhatian yang tak pernah disadari ibu tersebut. Bagaimana dia menyiapkan makan dan minum setiap hari dan pengabdian lain yang tertutupi karena ibunya hanya melihat dari sudut pandang yang salah. Hanya karena sang ibu terbiasa merasakan kebaikan tersebut maka hal tersebut menjadi tak istimewa lagi baginya.

Demikianlah dalam kehidupan kita. Banyak kebaikan orang lain berubah menjadi hal yang biasa saja karena setiap hari kita merasakannya. Tak heran, banyak dari kita lebih terharu atas perhatian orang yang baru kita kenal dibanding perhatian orang yang lama mengenal kita.

Betapa banyak anak mengeluhkan orang tuanya, mencela dan bermuka masam kepada orang tuanya di rumah, tetapi mudah tersenyum kepada orang baru yang dikenalnya. terkadang kita mengingat orang tua, keluarga atau saudara yang setiap hari berinteraksi dengan kita hanya dari sudut pandang kesalahan, bukan kebaikan. Namun ketika kita bertemu seseorang yang jarang berinteraksi dan berbuat baik kepada kita hanya sekali, maka lisan kita begitu cepat memuji.

Betullah kata seorang sahabat, "Makanan yang enak dan istimewa, bila dimakan tiap hari tak akan terasa istimewa." Bahkan ayam dan daging yang harganya mahal, bila dikonsumsi tiap hari oleh orang kaya, menjadi biasa saja bahkan berubah menjadi membosankan. Namun, berikanlah kepada orang yang jarang mengkonsumsinya, maka makanan itu akan menjadi spesial dan istimewa.

Nampaknya kebaikan orang lain pun seperti itu. Kebaikan keluarga, sahabat, teman, yang tiap hari kita dapatkan, semulia apapun kebaikan itu, maka akan akan menjadi biasa saja. Kita mulai mencari-cari sudut pandang yang berbeda, mencari kekurangan mereka, dan melupakan kebaikan mereka.

Ketahuilah, keluarga, sahabat, tetangga yang setiap hari berinteraksi dengan kita mempunyai kebaikan yang setiap hari kita terima. Merekalah yang paling berhak kita perlakukan dengan baik, dengan kasih dan sayang. Kebaikan mereka melebihi orang yang berbuat kebaikan orang yang jarang berinteraksi dengan kita.

Matahari yang hangat, menjadi tak istimewa bila setiap hari kita merasakannya. Namun bagi mereka yang yang tak pernah merasakan hangatnya, maka akan menjadi istimewa.

Pantai yang indah menjadi tak istimewa bagi penduduk di sekitarnya, namun menjadi menakjubkan bagi mereka yang tinggal di daerah pegunungan.

Maka mungkin saja kita tak lagi merasakan kebaikan orang lain dan membenci karena keburukannya yang hanya sekali dua kali, karena kita telah terbiasa dengan kebaikannya.

Allahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar