Alkisah, ada sebuah artikel yang menuliskan perjuangan seorang pendaki untuk
naik ke puncak gunung Everest. Naik ke puncak gunung everest merupakan cita-cita
yang sangat dia inginkan. Untuk itu dia mengajak seorang penduduk lokal untuk
menemaninya menggapai cita-citanya.
Everest adalah gunung tertinggi di dunia, tentu saja untuk mencapainya memerlukan usaha yang tidak main-main pula. Telah banyak orang yang mencobanya dan gagal. Berdua, pendaki dan penduduk lokal itu mencoba mendaki sampai ke puncak. Bahu membahu, mereka akhirnya hampir sampai ke puncak gunung tertinggi di dunia itu. Itu berarti salah satu dari mereka adalah orang pertama yang berhasil sampai ke puncak gunung everest.
Beberapa langkah lagi sang pemandu akan menjadi orang pertama yang sampai di puncak gunung everest. Tapi, sang pemandu yang melihat sang pendaki berada di belakangnya, berhenti dan menunggu sang pendaki. Dia memberi kesempatan kepada pendaki itu untuk menjadi orang pertama yang menggapai puncak gunung everest.
Syahdan, kisah pendaki yang menggapai puncak gunung everest menjadi perhatian banyak orang. Banyak wartawan yang berniat mewawancara sang pendaki, namun ada salah satu wartawan mempunyai sudut pandang yang lain. Dia mewawancarai sang pemandu, dan menanyakan mengapa dia membiarkan pendaki itu menggapai sang puncak, padahal dirinya lebih mampu untuk menggapai puncak. Bukankah itu berarti dia membiarkan orang lain mendapatkan keberhasilan?
Apa jawaban sang pemandu. Sungguh sederhana, namun bermakna sangat dalam.
"impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih impiannya"
***
Dalam kehidupan, kita sering mendengarkan seseorang bercerita tentang keberhasilannya dengan sangat bangga. Seorang ayah bercerita tentang keberhasilan anaknya, seorang yang baru naik jabatan bercerita tentang keberhasilannya dengan sangat bahagia, atau seseorang yang berhasil menggapai impiannya yang menurut kita sederhana dan mudah digapai.
Pilihannya bagi kita ketika mendengar cerita kesuksesannya, mungkin kita diam saja, atau mungkin kita malah merendahkan kesuksesannya.
"Itu kan biasa saja, saya malah sering melakukannya. Di keluarga saya itu biasa". Bisa saja kita mengucapkannya di hadapan orang itu, dan membuatnya malu.
Kita membunuh kebahagiaan seseorang.
Padahal bagi kita itu hal yang biasa, namun bagi orang lain itu adalah 'seluruh hidup' mereka. Misalnya, bagi sebagian orang mendapatkan pekerjaan adalah hal yang biasa, namun bagi sebagian orang mendapatkan pekerjaan adalah 'seluruh hidup' mereka. Bagi sebagian orang, berkunjung ke suatu tempat adalah hal yang biasa, namun bagi orang lain itu adalah kebahagiaan yang besar bagi mereka. Bagi sebagian orang, mempunyai anak yang masuk ke suatu universitas terkenal adalah biasa, namun bagi sebahagiaan orang tua, itu adalah 'seluruh hidup' mereka ketika mempunyai anak yang menggapai sukses.
Bagi sang pemandu, mungkin menggapai puncak adalah hal yang sederhana. Namun tidak bagi sang pendaki. Sang pemandu tak mau membunuh kebahagiaan sang pendaki, dengan menggapai puncak lebih dulu.
Bila kita tidak bisa membantu orang lain mencapai puncak kesuksesan seperti sang pemandu, mungkin kita bisa memilih dengan cara lain. Cara yang sederhana. Jangan pernah membunuh kebahagiaan orang lain dengan kata-kata kita yang menyakitkan.
Allahu a'lam
Everest adalah gunung tertinggi di dunia, tentu saja untuk mencapainya memerlukan usaha yang tidak main-main pula. Telah banyak orang yang mencobanya dan gagal. Berdua, pendaki dan penduduk lokal itu mencoba mendaki sampai ke puncak. Bahu membahu, mereka akhirnya hampir sampai ke puncak gunung tertinggi di dunia itu. Itu berarti salah satu dari mereka adalah orang pertama yang berhasil sampai ke puncak gunung everest.
Beberapa langkah lagi sang pemandu akan menjadi orang pertama yang sampai di puncak gunung everest. Tapi, sang pemandu yang melihat sang pendaki berada di belakangnya, berhenti dan menunggu sang pendaki. Dia memberi kesempatan kepada pendaki itu untuk menjadi orang pertama yang menggapai puncak gunung everest.
Syahdan, kisah pendaki yang menggapai puncak gunung everest menjadi perhatian banyak orang. Banyak wartawan yang berniat mewawancara sang pendaki, namun ada salah satu wartawan mempunyai sudut pandang yang lain. Dia mewawancarai sang pemandu, dan menanyakan mengapa dia membiarkan pendaki itu menggapai sang puncak, padahal dirinya lebih mampu untuk menggapai puncak. Bukankah itu berarti dia membiarkan orang lain mendapatkan keberhasilan?
Apa jawaban sang pemandu. Sungguh sederhana, namun bermakna sangat dalam.
"impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih impiannya"
***
Dalam kehidupan, kita sering mendengarkan seseorang bercerita tentang keberhasilannya dengan sangat bangga. Seorang ayah bercerita tentang keberhasilan anaknya, seorang yang baru naik jabatan bercerita tentang keberhasilannya dengan sangat bahagia, atau seseorang yang berhasil menggapai impiannya yang menurut kita sederhana dan mudah digapai.
Pilihannya bagi kita ketika mendengar cerita kesuksesannya, mungkin kita diam saja, atau mungkin kita malah merendahkan kesuksesannya.
"Itu kan biasa saja, saya malah sering melakukannya. Di keluarga saya itu biasa". Bisa saja kita mengucapkannya di hadapan orang itu, dan membuatnya malu.
Kita membunuh kebahagiaan seseorang.
Padahal bagi kita itu hal yang biasa, namun bagi orang lain itu adalah 'seluruh hidup' mereka. Misalnya, bagi sebagian orang mendapatkan pekerjaan adalah hal yang biasa, namun bagi sebagian orang mendapatkan pekerjaan adalah 'seluruh hidup' mereka. Bagi sebagian orang, berkunjung ke suatu tempat adalah hal yang biasa, namun bagi orang lain itu adalah kebahagiaan yang besar bagi mereka. Bagi sebagian orang, mempunyai anak yang masuk ke suatu universitas terkenal adalah biasa, namun bagi sebahagiaan orang tua, itu adalah 'seluruh hidup' mereka ketika mempunyai anak yang menggapai sukses.
Bagi sang pemandu, mungkin menggapai puncak adalah hal yang sederhana. Namun tidak bagi sang pendaki. Sang pemandu tak mau membunuh kebahagiaan sang pendaki, dengan menggapai puncak lebih dulu.
Bila kita tidak bisa membantu orang lain mencapai puncak kesuksesan seperti sang pemandu, mungkin kita bisa memilih dengan cara lain. Cara yang sederhana. Jangan pernah membunuh kebahagiaan orang lain dengan kata-kata kita yang menyakitkan.
Allahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar