Penulis terkenal Doug Hooper pernah mengatakan “You are what you think”
dalam bukunya dengan judul yang sama dengan kesimpulan bahwa pendapat
kita tentang ihwal diri kita termasuk menyangkut masalah keberhasilan
dan kegagalan dari berbagai pencapaian hidup yang secara konsisten ada
dalam benak kita itulah yang menjadi kenyataan untuk diri kita. Hal
senada diungkapkan pula oleh Stephen R. Covey dalam bukunya The 7 Habits
of Highly Effective People (1993) bahwa kita melihat dunia, bukan
sebagaimana dunia apa adanya, melainkan sebagaimana kita adanya atau
sebagaimana kita dikondisikan untuk melihatnya.
Seseorang dapat
merasa selamanya hidup gagal dan mencap dirinya sendiri seakan terlahir
dan sepantasnya untuk menjadi manusia sial, pecundang dan gagal.
Demikian pula penilaian dan cara pandangnya terhadap segala hasil usaha
dan pencapaian orang lain akan selalu gagal, negatif dan pokoknya
mengecewakan. Hal itu lahir dari sikap diri negatif yang mendorongnya
untuk melihat diri dan dunia luar dengan kacamata kuda yang gelap dan
picik dari satu arah, sehingga hampir tak terlihat sisi pandang lain
secara jernih sekalipun sebenarnya yang ia pandang adalah positif
ataupun terdapat sisi dan unsur positif.
Dalam konteks ini, patut
kita hayati hadits qudsi yang meriwayatkan titah Allah bahwa keputusan
takdir-Nya terhadap garis hidup manusia tergantung bagaimana ia berfikir
dan berprasangka tentang-Nya. John Maxwell dalam The Winning Attitude:
Your Key to Personal Success (1993) dalam salah satu dari 6 teori dan
aksioma tentang sikap menyimpulkan bahwa sikap sangat menentukan
keberhasilan dan kegagalan mengacu para prinsip “slight-edge”
Menurutnya, sikap kita apakah tetap sabar untuk mencapai tujuan atau
cepat menyerah akan menentukan kita untuk sukses atau gagal (berhenti
usaha).
Paul J Meyer pernah mengatakan bahwa 90 % orang-orang
yang gagal sebetulnya belum tentu gagal, hanya saja mereka cepat
menyerah. Sebagai ilustrasi rahasia sunnatullah sukses dan gagal ini
dapat kita lihat pada fenomena air yang dimasak sampai mendidih. Air
tidak akan mendidih meskipun telah mencapai 99,9 derajat celsius sebab
air hanya akan mendidih pada 100 derajat celsius dan bukan pada 99,9
derajat meskipun hanya kurang 0,01 derajat celsius saja.
Dalam
manajemen keberhasilan dan kegagalan, diperlukan seni menetapkan pola
keberhasilan melalui proses yang terdiri dari lima langkah sebagaimana
tips sukses yang ditawarkan Art Mortell dalam The Courage to Fail (1993)
yaitu;
1. Tentukan atau kenali rasa takut yang melemahkan diri kita;
2. beritahu orang lain tentang sebab-sebab kebingungan Anda, yang dapat membantu membebaskan diri Anda dari rasa takut;
3.
putuskan bagaimana kita bisa berhenti bila upaya kita menimbulkan
kekecewaan yang sangat sampai kita yakin bahwa kita dapat mengendalikan
situasi;
4. mulailah dengan perlahan-lahan sampai kita bisa menghadapi tantangan dengan baik dan mengurangi bahaya timbulnya kepanikan;
5.
bayangkan diri kita sedang berada di tempat yang menyenangkan, sehingga
rasa takut digantikan oleh emosi yang positif dan mampu menggunakannya
untuk mendorong kreativitas.
Kalau kita memandang kegagalan diri
dan orang lain di dunia ini sebagai sesuatu yang ‘gatot’ (gagal total),
kiamat dan tamat riwayat, maka kita akan berhenti pada kegagalan dan
tidak akan pernah melihat keberhasilan. Dalam hidup, yang dikenang orang
bahkan yang kita ingat sebenarnya keberhasilan kita, dan bukannya
pengalaman kegagalan kita. Mereka yang berhasil adalah yang mampu
membuat sebuah pondasi yang kokoh dari batu-bata yang dilemparkan orang
lain padanya. Jarang orang yang menyadari bahwa Isaac Newton pernah
lemah prestasi belajarnya ketika di sekolah dasar, Henri Ford pernah
gagal dalam bisnis dan bangkrut sebanyak 5 kali, Dale Carnegie pernah
depresi dahsyat dan sempat terlintas untuk bunuh diri, Winston Churchill
pernah tidak naik kelas enam, Abraham Lincoln pernah diturunkan
pangkatnya menjadi prajurit biasa sebagaimana Khalid bin Walid pernah
dilengserkan Umar bin Khathab dari posisi komandan menjadi prajurit
biasa, Nabi Yusuf sempat menjadi budak yang diperjualbelikan, dan Nabi
Muhammad saw. pernah tidak berjaya pada perang Uhud, pernah terusir,
dihina, terlukai dan tidak dihiraukan.
Keberhasilan merupakan
bola salju yang bermula dari ukuran kecil yang terus bergulir untuk
terus membesar. Cara kita menyikapi setiap pencapaian, hasil dan
anugerah (nikmat) hidup adalah pola kita memperlakukan bola salju. Bila
kita remehkan dan tidak kita hargai sehingga cenderung mengabaikannya,
maka tidak akan tumbuh besar, bahkan justru akan mencairkan dan
melenyapkannya. Itulah ekspresi jiwa dalam mensyukuri dan menghargai
hasil betapapun adanya. Bukankah Nabi saw bersabda bahwa orang yang
tidak pandai menghargai dan berterima kasih orang lain maka ia tidak
akan dapat bersyukur kepada Allah. Beliau juga berpesan agar kita tidak
meremehkan suatu kebaikan pun. (QS.An-Naml:19, 40, Ibrahim:7)
Hargailah
proses dan usaha betapapun hasilnya untuk dapat meraih keberhasilan
yang hakiki. Orang yang pandai bersyukur adalah orang yang pandai
berterimakasih, dan orang yang pandai berterima kasih adalah orang yang
pandai menghargai dan orang tidak akan dapat menghargai apapun bila
tidak memahami, menyadari dan menghargai proses serta usaha. Karakter
utama orang shalih adalah menggunakan akal pikiran untuk memahami proses
(Ulul Albab) termasuk segala ciptaan Allah di semesta alam, sehingga
segala ucapan, sikap dan komentarnya selalu positif, menyejukkan,
memotivasi, membersitkan inspirasi, dan penuh kearifan. Refleksi spontan
imani Ulul Albab berupa komentar “Rabana ma khalaqta hadza bathilan”
(Ya Tuhan Kami, tidaklah apapun yang Engkau ciptakan ini sia-sia, Maha
suci Engkau… QS. Ali Imran:191) sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan
terhadap proses dan sumber kebaikan, apapun hasil takdir-Nya.
Tipe
wanita yang pandai menghargai pencapaian suami bagaimanapun kondisinya
sebagai bagian dari manajemen keberhasilan adalah Ummul Mukminin
Khadijah. Di saat-saat Rasulullah merasa sangat cemas, kesepian,
ketakutan, dan merasa ditinggalkan, maka Khadijah justru mengungkit
sisi-sisi kebaikan sosial dan pencapaian moral Nabi saw yang begitu
tinggi sehingga mampu membangkitkan kembali motivasi Nabi saw. Demikian
pula tipe suami yang pandai menghargai istri adalah Rasulullah saw
dimana beliau tidak pernah mencela makanan maupun masakan sebagai
penghargaan terhadap proses usaha dan sumbernya yang Maha Pemberi.
Beliau juga tidak mencela kondisi fisik istrinya Aisyah yang tidak
langsing lagi sebagai penghargaan beliau terhadap usaha dan pengorbanan
Aisyah untuk tetap setia menghibur dan mendampingi Nabi saw, sehingga
beliau cukup menyiratkan pentingnya pemeliharaan tubuh melalui olahraga
lari.
Di saat sahabat merasa gagal mempertahankan kualitas iman
dan spiritualitas, Nabi saw memberikan penghargaan terhadap adanya
kesadaran untuk merawat spiritualitas dan beliau memberikan motivasi
bahwa kondisi keimanan seseorang memang fluktuatif sehingga dapat naik
dan turun, naiknya dengan ketaatan dan turunnya dengan ketidakpatuhan.
Namun sebaliknya di saat para sahabat merasa terlalu yakin dengan
pencapaian dan prestasi amalnya, beliau mengingatkan bahwa surga tidak
ditentukan oleh amal, melainkan murni karena rahmat Allah semata
termasuk nasib beliau. Hal itu agar para sahabat tidak berhenti beramal
sehingga Allah meridhai dan merahmati mereka.
Kata-kata bijak dan
prinsip-prinsip kearifan yang menumbuhkan motivasi dan memacu inspirasi
sangat diperlukan dalam seni manajemen keberhasilan dan kegagalan bagi
diri dan orang lain. Kung-fu-tze pernah ditanya tentang apa yang akan
dilakukan jika ia menjadi kaisar Cina. Tanpa ragu-ragu ia menjawab, “Aku
akan mendidik rakyatku dengan kata-kata yang penuh inspirasi, semoga
dengan menggunakan kata-kata itu mereka akan menjadi generasi bangsa
yang gagah perkasa.”
Keberhasilan perlu disongsong, dibangun dan
dijaga sebagaimana kegagalan perlu diantisipasi, dihindari dan dilawan.
Don Gabor dalam Big Things Happen (1997) memberikan 7 daftar pemeriksaan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun sukses yaitu;
1. tetap berusaha dan bekerja untuk membuat kemampuan ada lebih menonjol dari sebelumnya;
2. gunakan bakat Anda dalam banyak cara sedapat mungkin;
3. beri diri Anda kesan dan citra positif untuk mencapai tujuan;
4. cari manfaat dan hikmah dari keberhasilan Anda;
5. periksalah arsip tentang rencana dan program yang belum diselesaikan atau impian yang belum kesampaian;
6. masukkan sebanyak mungkin pengetahuan dari keberhasilan dan kegagalan Anda sebisa Anda;
7. dapatkan orang-orang yang bisa Anda ajak berbagi pengalaman dan pengetahuan Anda.
Orang
tidak akan dapat menghargai setiap pencapaian, prestasi dan hasil diri
sendiri maupun orang lain kalau tidak menyadari dan menghargai proses
dan usaha serta mengingat Allah sebagai sumber segala karunia. Wallahu
A’lam Wa Billahit Taufiq Wal Hidayah. []
Thanks to : www.dakwatuna.com
Senin, 23 Desember 2013
Doa untuk sekeranjang tempe
Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu
penjual tempe . Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai
penyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari
bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. "Jika tempe ini yang nanti
mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. .." demikian dia
selalu memaknai hidupnya.
Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe , dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh. Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang, sebagian berderai, belum disatukan ikatan- ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk akan, dan modal membeli kacang, yang akan dia olah kembali menjadi tempe .
Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe . Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku..."
Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya. Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe . Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung.
Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe . Dan... dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacangnya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia yakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi. Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau maha tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe . Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkan doaku..."
Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe . Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang tersebut. "Keajaiban Tuhan akan datang... pasti," yakinnya. Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, "tangan" Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya. Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu. "Pasti sekarang telah jadi tempe !" batinnya.
Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi. Kecewa, aitmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.
Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar...merasa sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya. Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok dia pun tak akan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...
Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya. "Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya??" Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. "Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe ..."
Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. "jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe ..." "Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?" tanya perempuan itu lagi. Kepanikan melandanya lagi. "Duh Gusti... bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi! "Alhamdulillah! " pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli. Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?" "Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Sulhanuddin, yang kuliah S2 di Australia ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi,saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Ohh ya, jadi semuanya berapa, Bu?"
Pembaca, ini kisah yang biasa bukan? Dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa, dan "memaksakan" Allah memberikan apa yang menurut kita paling cocok untuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan, merasa kecewa. padahal, Allah paling tahu apa yang paling cocok untuk kita. Bahwa semua rencananya adalah sangat sempurna. Kisah sederhana yang menarik, karena seringkali kita pun mengalami hal yg serupa.
Di saat kita tidak memahami ada hikmah di balik semua skenario yg Allah SWT takdirkan.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (QS. Al Baqarah 216)
Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe , dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh. Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang, sebagian berderai, belum disatukan ikatan- ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk akan, dan modal membeli kacang, yang akan dia olah kembali menjadi tempe .
Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe . Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku..."
Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya. Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe . Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung.
Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe . Dan... dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacangnya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia yakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi. Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau maha tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe . Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkan doaku..."
Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe . Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang tersebut. "Keajaiban Tuhan akan datang... pasti," yakinnya. Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, "tangan" Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya. Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu. "Pasti sekarang telah jadi tempe !" batinnya.
Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi. Kecewa, aitmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.
Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar...merasa sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya. Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok dia pun tak akan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...
Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya. "Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya??" Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. "Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe ..."
Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. "jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe ..." "Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?" tanya perempuan itu lagi. Kepanikan melandanya lagi. "Duh Gusti... bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi! "Alhamdulillah! " pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli. Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?" "Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Sulhanuddin, yang kuliah S2 di Australia ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi,saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Ohh ya, jadi semuanya berapa, Bu?"
Pembaca, ini kisah yang biasa bukan? Dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa, dan "memaksakan" Allah memberikan apa yang menurut kita paling cocok untuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan, merasa kecewa. padahal, Allah paling tahu apa yang paling cocok untuk kita. Bahwa semua rencananya adalah sangat sempurna. Kisah sederhana yang menarik, karena seringkali kita pun mengalami hal yg serupa.
Di saat kita tidak memahami ada hikmah di balik semua skenario yg Allah SWT takdirkan.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (QS. Al Baqarah 216)
Taubat
Link youtube :
http://www.youtube.com/watch?v=AnVXC_0ul_A&feature=PlayList&p=DA827454944931C6&playnext_from=PL&playnext=1&index=7
Wahai Tuhan jauh sudah
Lelah kaki melangkah
Aku hilang tanpa arah
Rindu hati sinarmu
Wahai Tuhan aku lemah
Hina berlumur noda
Hapuskanlah terangilah
Jiwa di hitam jalanku
Ampunkanlah aku
Terimalah taubatku
Sesungguhnya engkau
Sang Maha Pengampun Dosa
Ya Rabbi ijinkanlah
Aku kembali padaMu
Meski mungkin takkan sempurna
Aku sebagai hambaMu
Ampunkanlah aku
Terimalah taubatku
Sesungguhnya engkau
Sang Maha Pengampun Dosa
Berikanlah aku kesempatan waktu
Aku ingin kembali
Kembali kepadaMu
Dan meski tak layak
Sujud padaMu
Dan sungguh tak layak aku
Dentingan suara alat musik yang mengawali lagu Opick diatas dan isi syairnya, membuat hati ini terketuk dan tersiram oleh sesuatu yang menyejukkan.. Bisakah kalian membayangkan, di saat tubuh kita kepanasan dibawah terik matahari yang menyengat, wajah kita sirami air..Sungguh menyejukkan dan menyegarkan bukan. Nah, seperti itulah perumpamaan hati saya disaat mendengarkan lagu ini..Subhanallah, mungkin disaat membuat lagu ini, suasana ruhiyah Opick sedang sangat baik dan sangat dekat dengan Dzat-Nya, sehingga saya yakin bahwa pengaruh yang dibawa lagu ini merupakan salah satu bentuk kebesaran-Nya. Kejernihan, kebersihan, kelembutan dari syairnya saya yakin merupakan pesan dari-Nya bahwa itulah yang Dia lakukan bagi para hamba-Nya yang ingin bertaubat. Maha lembut, Maha pengampun, selalu terbuka untuk menerima taubat hamba-Nya (Maha penerima taubat), Maha Pengasih, Maha Penyayang, bagi para hamba-Nya yang selalu ingat pada-Nya dan bersegera bertaubat sesaat setelah melakukan perbuatan dosa.
Mari, bersegeralah bertaubat...jangan sampai kita mati namun belum sempat bertaubat dan menyadari kesalahan..nau'adzubillah tsumma na'udzubillah
Allahumma inni as aluka salamatan fiddin wa'afiatan filjasad waziyadatan fil 'ilmi wabarakatan firrizqi, WATAUBATAN QABLAL MAUT, WARAHMATAN 'INDAL MAUT, WAMAGHFIRATAN BA'DAL MAUT
Allahumma hawwin 'alaina fii sakaratil maut wannajata minannar wal 'afwa 'indal hisab..
http://www.youtube.com/watch?v=AnVXC_0ul_A&feature=PlayList&p=DA827454944931C6&playnext_from=PL&playnext=1&index=7
Wahai Tuhan jauh sudah
Lelah kaki melangkah
Aku hilang tanpa arah
Rindu hati sinarmu
Wahai Tuhan aku lemah
Hina berlumur noda
Hapuskanlah terangilah
Jiwa di hitam jalanku
Ampunkanlah aku
Terimalah taubatku
Sesungguhnya engkau
Sang Maha Pengampun Dosa
Ya Rabbi ijinkanlah
Aku kembali padaMu
Meski mungkin takkan sempurna
Aku sebagai hambaMu
Ampunkanlah aku
Terimalah taubatku
Sesungguhnya engkau
Sang Maha Pengampun Dosa
Berikanlah aku kesempatan waktu
Aku ingin kembali
Kembali kepadaMu
Dan meski tak layak
Sujud padaMu
Dan sungguh tak layak aku
Dentingan suara alat musik yang mengawali lagu Opick diatas dan isi syairnya, membuat hati ini terketuk dan tersiram oleh sesuatu yang menyejukkan.. Bisakah kalian membayangkan, di saat tubuh kita kepanasan dibawah terik matahari yang menyengat, wajah kita sirami air..Sungguh menyejukkan dan menyegarkan bukan. Nah, seperti itulah perumpamaan hati saya disaat mendengarkan lagu ini..Subhanallah, mungkin disaat membuat lagu ini, suasana ruhiyah Opick sedang sangat baik dan sangat dekat dengan Dzat-Nya, sehingga saya yakin bahwa pengaruh yang dibawa lagu ini merupakan salah satu bentuk kebesaran-Nya. Kejernihan, kebersihan, kelembutan dari syairnya saya yakin merupakan pesan dari-Nya bahwa itulah yang Dia lakukan bagi para hamba-Nya yang ingin bertaubat. Maha lembut, Maha pengampun, selalu terbuka untuk menerima taubat hamba-Nya (Maha penerima taubat), Maha Pengasih, Maha Penyayang, bagi para hamba-Nya yang selalu ingat pada-Nya dan bersegera bertaubat sesaat setelah melakukan perbuatan dosa.
Mari, bersegeralah bertaubat...jangan sampai kita mati namun belum sempat bertaubat dan menyadari kesalahan..nau'adzubillah tsumma na'udzubillah
Allahumma inni as aluka salamatan fiddin wa'afiatan filjasad waziyadatan fil 'ilmi wabarakatan firrizqi, WATAUBATAN QABLAL MAUT, WARAHMATAN 'INDAL MAUT, WAMAGHFIRATAN BA'DAL MAUT
Allahumma hawwin 'alaina fii sakaratil maut wannajata minannar wal 'afwa 'indal hisab..
Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan.
Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahsia dari masa muda yang abadi.
Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan.
Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.
Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan.
Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati.
Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa bererti.
Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan.
Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju syurga.
Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahsia dari masa muda yang abadi.
Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan.
Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.
Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan.
Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati.
Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa bererti.
Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan.
Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju syurga.
Minggu, 22 Desember 2013
Pelajaran Tekad dari si Rani kecil
Rintangan tak dapat menghancurkanku. Setiap rintangan akan menyerah pada ketetapan hati yang kukuh (Leonardo da Vinci)
Setiap kali saya merasa lelah dan tak mampu, saya segera teringat pada Rani kecil.
Dulu, Rani kecil tinggal di sebuah bilik kayu mungil, di pinggir rel kereta api gunung sahari. Ia sangat menyayangi keluarganya dan suka mengarang. Ketika belum bersekolah, ia sudah mengarang sebuah puisi yang dihafalnya dan kemudian dijadikannya sebuah lagu.
Kakakku manis sekali,
aku sayang padanya
Ia pun sayang padaku,
kakakku sayang….
Sebenarnya Rani ingin sekali punya abang, tetapi ia hanya memiliki seorang kakak perempuan yang berusia dua tahun di atasnya. Dan gadis kecil itu sangat mencintai kakaknya.
Rani kecil sangat suka membaca. Ia membaca semua. Buku cerita, buku pelajaran, koran, bungkus cabai, bungkus bawang dan kertas-kertas pembungkus sayur yang dibawa pulang mama dari pasar. Gadis kecil berkepang dua tersebut menjadi kesayangan ibu dan bapak guru. Kelas satu SD ia menjadi rangking ke dua di sekolah.
Suatu hari, anak berusia tujuh tahun itu terjatuh. Kepalanya terbentur ujung besi yang lancip. Berdarah! Ia muntah-muntah beberapa kali dan segera dibawa ke rumah sakit.
”Gegar otak!”suara dokter seperti gelegar petir di telinga keluarganya. “Kita doakan saja semoga tidak ada pengaruh fatal di kemudian hari. Tetapi sungguh, saya tak dapat menjamin apa pun,” sambung dokter tersebut prihatin.
Mama, papa, kakak dan adik Rani bersedih, tetapi gadis kecil itu tak pernah mengeluh. Ia hanya tersenyum. Pun ketika kemudian dokter melakukan general check up dan ia mendapat tambahan ‘vonis’.
“Ada kelainan pada otak bagian belakang….”
“Paru-parunya kotor….”
“Jantungnya bermasalah….”
“Beberapa giginya membusuk dan tak beraturan. Kami harus mencabut 13 giginya….”
“Kami sangat menyesal. Lima benjolan kecil di kepalanya ternyata tumor…, harus diangkat.”
Bertahun-tahun Rani kecil mondar mandir dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, dari satu dokter ke dokter lain dan meminum begitu banyak jenis obat yang membuatnya mual, tetapi sedikit pun ia tak pernah mengeluh.
Ia masih suka mengarang, terutama mengarang lagu. Kadang ia mengarang lagu di rumah sakit, kadang sesaat sebelum tidur. Ia mengarang lagu tentang desa, tentang alam yang indah, tentang seorang detektif kecil. Ia juga masih senang membaca. Hanya saja kakaknya melihat sang adik sering memegangi kepala beberapa saat sambil memejamkan mata. Ya, Rani kecil sering pusing dan susah berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Tetapi ia tetap saja penggembira juga senang menyanyi.
Rani baru kelas dua SD, ketika pada suatu hari ia berkata, “Kak, aku ingin sekali punya perpustakaan. Aku juga ingin menyewakan buku-buku cerita kita pada anak-anak lain.”
Kakaknya, kelas empat SD, memandang sang adik dengan mata berbinar. “Kakak setuju. Kita taruh saja buku-buku itu di atas meja kayu, di depan rumah. Kita tawarkan pada mereka yang lewat. Kira-kira berapa harganya ya?“
“Yang tipis sepuluh rupiah. Yang tebal dua puluh lima rupiah. Boleh dipinjam selama tiga hari sampai seminggu.”
Rani dan kakaknya hanya memiliki dua puluh buku cerita. Semuanya mereka jejerkan pada sebuah meja kayu kecil di depan rumah kontrakan tempat tinggal mereka yang baru, di daerah Kebon Kosong. Ternyata banyak anak tetangga yang tertarik dan mau meminjam buku-buku itu. Uang hasil sewa buku pun mereka belikan buku-buku baru.
“Suatu hari kakak akan menulis buku-buku seperti ini,” kata kakaknya sambil memandang langit.
“Aku juga! Aku juga!”seru Rani kecil sembari tertawa memperlihatkan kawat-kawat di giginya, sambil ikut-ikutan memandang langit. Namun perlahan ia menunduk dan bertanya pelan. “Tapi apa aku bisa, kak? Aku kan gegar otak.”
Kakaknya mengangguk. “Tentu, dik. Tentu saja kamu bisa! Kamu bisa melakukan apa pun yang kakak kerjakan bila kamu mau!”
Rani kecil sering pusing, tetapi ia tak pernah berhenti belajar. Lalu Allah menunjukkan kekuasaannya! Anak gegar otak dan penyakitan yang tadinya rangking dua di kelas itu tidak menjadi seorang yang idiot! Ia malah menjadi juara satu, bahkan selalu juara umum di sekolahnya!
Rani kecil tak mau hanya termangu atau terbaring di tempat tidur. Di sela-sela waktunya bersekolah dan ke dokter, Rani kecil mengikuti berbagai kegiatan: Pramuka, karate, teater, vokal grup, apa saja.
“Saya akan melawan penyakit saya dengan berkarya, Kak. Dengan melakukan sesuatu!” kata Rani kecil sambil memandang langit.
Maka setiap kali saya lemah dalam melangkah, saya kembali teringat pada Rani kecil. Di tengah penderitaannya menahan sakit, ia berhasil masuk SMA favoritnya, SMA 1 Budi Utomo, mendapat PMDK untuk meneruskan kuliahnya di IPB, dan menjadi kecintaan teman-temannya.
Rani kecil kini berusia 37 tahun, telah menikah dengan seorang wartawan serta mempunyai sepasang anak yang cerdas dan menggemaskan. Ia menulis banyak artikel, cerpen dan cerita bersambung serta memenangkan beberapa lomba mengarang tingkat nasional. Rani juga menulis skenario televisi. Sejak buku pertamanya terbit tahun 1998 hingga 2002, total ia sudah menulis lebih dari 20 buku! Dua bukunya, Rembulan di Mata Ibu (Mizan, 2000) dan Dialog Dua Layar (Mizan, 2001) dinobatkan sebagai buku remaja terbaik Adikarya IKAPI 2000 dan 2001, sekaligus membuatnya terpilih selama dua tahun berturut-turut sebagai salah satu pengarang terbaik tingkat nasional.
Bukunya yang lain, Derai Sunyi (Mizan, 2002) menjadi novel terpuji tingkat nasional versi Forum Lingkar Pena. Organisasi ini juga memilihnya sebagai Pengarang Terpuji tingkat nasional. Tahun 2003 Penerbit Mizan juga memilihnya sebagai Penulis Remaja Terbaik Mizan. Ia diundang mewakili Indonesia dalam program Penulisan Majelis sastra Asia Tenggara (2003) dan mendapat penghargaan sastrawan muda Asia Tenggara (2005). Tahun 2006 Rani terpilih menjadi satu dari dua sastrawan Indonesia yang diundang ke Korea untuk program Writers in Residence, dan tahun ini diundang ke The Chateau de Lavigny, Swiss untuk program serupa. Karya-karyanya telah disinetronkan dan difilmkan.
Kini ia dikenal pula sebagai Direktur sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial, budaya. Rani juga pengajar dan pemerhati dunia anak dan perempuan, pendiri Rumah Baca yang jumlahnya terus bertambah di tanah air, serta sering diundang untuk berbicara dalam berbagai forum di dalam dan luar negeri. Ia pengarang nasyid --beberapa lagunya dibawakan oleh Snada-- dan sudah meluncurkan tiga album bersama kelompok Bestari.
Ya, Rani kecil adalah Asma Nadia. Dan si kakak adalah saya sendiri. Dan setiap kali saya merasa lemah dalam melangkah saya akan selalu teringat saat-saat kami masih kecil juga tekad Asma untuk melawan semua penyakitnya dengan berkarya.
“Apa saya bisa menjadi penulis, Kak? Saya kan gegar otak?”
Pertanyaannya dulu selalu kembali terngiang di telinga saya, kala saya menatap langit malam dan melihat jutaan bintang yang berserakan, menyinari rembulan, di sana.
Tentu, anda boleh bangga jika Kakek, Bapak atau Kakak anda seorang pengarang, tetapi hanya diri anda yang mampu mewujudkan cita-cita sebagai seorang pengarang atau penulis, sebab bakat tak ada arti tanpa doa, tekad dan usaha yang sungguh-sungguh dalam mencapainya.
Maka, setiap kali saya lemah dalam berkarya, saya akan segera mengingat Rani kecil, seraya memandang langit. Dan seperti biasa, saya akan menemukan pendar cahaya itu. Cahaya mata seorang adik kecil yang menjelma bintang di sana. Menyemangati saya setiap malam.
oleh : Helvy Tiana Rosa
Setiap kali saya merasa lelah dan tak mampu, saya segera teringat pada Rani kecil.
Dulu, Rani kecil tinggal di sebuah bilik kayu mungil, di pinggir rel kereta api gunung sahari. Ia sangat menyayangi keluarganya dan suka mengarang. Ketika belum bersekolah, ia sudah mengarang sebuah puisi yang dihafalnya dan kemudian dijadikannya sebuah lagu.
Kakakku manis sekali,
aku sayang padanya
Ia pun sayang padaku,
kakakku sayang….
Sebenarnya Rani ingin sekali punya abang, tetapi ia hanya memiliki seorang kakak perempuan yang berusia dua tahun di atasnya. Dan gadis kecil itu sangat mencintai kakaknya.
Rani kecil sangat suka membaca. Ia membaca semua. Buku cerita, buku pelajaran, koran, bungkus cabai, bungkus bawang dan kertas-kertas pembungkus sayur yang dibawa pulang mama dari pasar. Gadis kecil berkepang dua tersebut menjadi kesayangan ibu dan bapak guru. Kelas satu SD ia menjadi rangking ke dua di sekolah.
Suatu hari, anak berusia tujuh tahun itu terjatuh. Kepalanya terbentur ujung besi yang lancip. Berdarah! Ia muntah-muntah beberapa kali dan segera dibawa ke rumah sakit.
”Gegar otak!”suara dokter seperti gelegar petir di telinga keluarganya. “Kita doakan saja semoga tidak ada pengaruh fatal di kemudian hari. Tetapi sungguh, saya tak dapat menjamin apa pun,” sambung dokter tersebut prihatin.
Mama, papa, kakak dan adik Rani bersedih, tetapi gadis kecil itu tak pernah mengeluh. Ia hanya tersenyum. Pun ketika kemudian dokter melakukan general check up dan ia mendapat tambahan ‘vonis’.
“Ada kelainan pada otak bagian belakang….”
“Paru-parunya kotor….”
“Jantungnya bermasalah….”
“Beberapa giginya membusuk dan tak beraturan. Kami harus mencabut 13 giginya….”
“Kami sangat menyesal. Lima benjolan kecil di kepalanya ternyata tumor…, harus diangkat.”
Bertahun-tahun Rani kecil mondar mandir dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, dari satu dokter ke dokter lain dan meminum begitu banyak jenis obat yang membuatnya mual, tetapi sedikit pun ia tak pernah mengeluh.
Ia masih suka mengarang, terutama mengarang lagu. Kadang ia mengarang lagu di rumah sakit, kadang sesaat sebelum tidur. Ia mengarang lagu tentang desa, tentang alam yang indah, tentang seorang detektif kecil. Ia juga masih senang membaca. Hanya saja kakaknya melihat sang adik sering memegangi kepala beberapa saat sambil memejamkan mata. Ya, Rani kecil sering pusing dan susah berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Tetapi ia tetap saja penggembira juga senang menyanyi.
Rani baru kelas dua SD, ketika pada suatu hari ia berkata, “Kak, aku ingin sekali punya perpustakaan. Aku juga ingin menyewakan buku-buku cerita kita pada anak-anak lain.”
Kakaknya, kelas empat SD, memandang sang adik dengan mata berbinar. “Kakak setuju. Kita taruh saja buku-buku itu di atas meja kayu, di depan rumah. Kita tawarkan pada mereka yang lewat. Kira-kira berapa harganya ya?“
“Yang tipis sepuluh rupiah. Yang tebal dua puluh lima rupiah. Boleh dipinjam selama tiga hari sampai seminggu.”
Rani dan kakaknya hanya memiliki dua puluh buku cerita. Semuanya mereka jejerkan pada sebuah meja kayu kecil di depan rumah kontrakan tempat tinggal mereka yang baru, di daerah Kebon Kosong. Ternyata banyak anak tetangga yang tertarik dan mau meminjam buku-buku itu. Uang hasil sewa buku pun mereka belikan buku-buku baru.
“Suatu hari kakak akan menulis buku-buku seperti ini,” kata kakaknya sambil memandang langit.
“Aku juga! Aku juga!”seru Rani kecil sembari tertawa memperlihatkan kawat-kawat di giginya, sambil ikut-ikutan memandang langit. Namun perlahan ia menunduk dan bertanya pelan. “Tapi apa aku bisa, kak? Aku kan gegar otak.”
Kakaknya mengangguk. “Tentu, dik. Tentu saja kamu bisa! Kamu bisa melakukan apa pun yang kakak kerjakan bila kamu mau!”
Rani kecil sering pusing, tetapi ia tak pernah berhenti belajar. Lalu Allah menunjukkan kekuasaannya! Anak gegar otak dan penyakitan yang tadinya rangking dua di kelas itu tidak menjadi seorang yang idiot! Ia malah menjadi juara satu, bahkan selalu juara umum di sekolahnya!
Rani kecil tak mau hanya termangu atau terbaring di tempat tidur. Di sela-sela waktunya bersekolah dan ke dokter, Rani kecil mengikuti berbagai kegiatan: Pramuka, karate, teater, vokal grup, apa saja.
“Saya akan melawan penyakit saya dengan berkarya, Kak. Dengan melakukan sesuatu!” kata Rani kecil sambil memandang langit.
Maka setiap kali saya lemah dalam melangkah, saya kembali teringat pada Rani kecil. Di tengah penderitaannya menahan sakit, ia berhasil masuk SMA favoritnya, SMA 1 Budi Utomo, mendapat PMDK untuk meneruskan kuliahnya di IPB, dan menjadi kecintaan teman-temannya.
Rani kecil kini berusia 37 tahun, telah menikah dengan seorang wartawan serta mempunyai sepasang anak yang cerdas dan menggemaskan. Ia menulis banyak artikel, cerpen dan cerita bersambung serta memenangkan beberapa lomba mengarang tingkat nasional. Rani juga menulis skenario televisi. Sejak buku pertamanya terbit tahun 1998 hingga 2002, total ia sudah menulis lebih dari 20 buku! Dua bukunya, Rembulan di Mata Ibu (Mizan, 2000) dan Dialog Dua Layar (Mizan, 2001) dinobatkan sebagai buku remaja terbaik Adikarya IKAPI 2000 dan 2001, sekaligus membuatnya terpilih selama dua tahun berturut-turut sebagai salah satu pengarang terbaik tingkat nasional.
Bukunya yang lain, Derai Sunyi (Mizan, 2002) menjadi novel terpuji tingkat nasional versi Forum Lingkar Pena. Organisasi ini juga memilihnya sebagai Pengarang Terpuji tingkat nasional. Tahun 2003 Penerbit Mizan juga memilihnya sebagai Penulis Remaja Terbaik Mizan. Ia diundang mewakili Indonesia dalam program Penulisan Majelis sastra Asia Tenggara (2003) dan mendapat penghargaan sastrawan muda Asia Tenggara (2005). Tahun 2006 Rani terpilih menjadi satu dari dua sastrawan Indonesia yang diundang ke Korea untuk program Writers in Residence, dan tahun ini diundang ke The Chateau de Lavigny, Swiss untuk program serupa. Karya-karyanya telah disinetronkan dan difilmkan.
Kini ia dikenal pula sebagai Direktur sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial, budaya. Rani juga pengajar dan pemerhati dunia anak dan perempuan, pendiri Rumah Baca yang jumlahnya terus bertambah di tanah air, serta sering diundang untuk berbicara dalam berbagai forum di dalam dan luar negeri. Ia pengarang nasyid --beberapa lagunya dibawakan oleh Snada-- dan sudah meluncurkan tiga album bersama kelompok Bestari.
Ya, Rani kecil adalah Asma Nadia. Dan si kakak adalah saya sendiri. Dan setiap kali saya merasa lemah dalam melangkah saya akan selalu teringat saat-saat kami masih kecil juga tekad Asma untuk melawan semua penyakitnya dengan berkarya.
“Apa saya bisa menjadi penulis, Kak? Saya kan gegar otak?”
Pertanyaannya dulu selalu kembali terngiang di telinga saya, kala saya menatap langit malam dan melihat jutaan bintang yang berserakan, menyinari rembulan, di sana.
Tentu, anda boleh bangga jika Kakek, Bapak atau Kakak anda seorang pengarang, tetapi hanya diri anda yang mampu mewujudkan cita-cita sebagai seorang pengarang atau penulis, sebab bakat tak ada arti tanpa doa, tekad dan usaha yang sungguh-sungguh dalam mencapainya.
Maka, setiap kali saya lemah dalam berkarya, saya akan segera mengingat Rani kecil, seraya memandang langit. Dan seperti biasa, saya akan menemukan pendar cahaya itu. Cahaya mata seorang adik kecil yang menjelma bintang di sana. Menyemangati saya setiap malam.
oleh : Helvy Tiana Rosa
Keputusanmu untuk Pensiun Dini Sungguh sangat Mengejutkanku
Pertama bertemu dengan mu ada rasa teduh disana. Saat engkau mengajar
pelatihan Prajab banyak teman teman yang tidak suka cara mengajarmu.
Sedikit mengantuk langsung kena pertanyaan.
Penampilanmu sungguh sangat sederhana, padahal waktu itu engkau sudah menjabat Kabid - setingkat kepala kantor. Tapi justru dari pandangan pertama itulah saya langsung kesengsem sama engkau. Jatuh cinta yang tidak dapat ditahan lagi.
Idealisme-mu semakin mengharumkan nama baikmu di dunia birokrasi. Banyak sekali cerita cerita `gila' tentang engkau. Saat kau menjabat Kabid di Kantor Wilayah waktu itu, pernah engkau melakukan dinas tugas pembinaan ke kantor operasional di daerah. Tidak seperti kebanyakan orang Kanwil pada umumnya, yang sebelum berangkat ke tujuan menelpon kepala kantor operasional di daerah. Hasilnya, jelas diservis luar biasa. Dijemput, dicarikan hotel, dicarikan oleh oleh, dan diantar pulang. Tetapi engkau tidak seperti mereka. Diam diam engkau sudah meluncur ke kantor daerah itu, dengan pakaian sederhanamu seluruh pegawai di Kantor tidak menyangka bahwa orang Kanwil yang datang ialah engkau. Bahkan satpam di pintu gerbang pun tidak menyangka bahwa engkau seorang Kabid yang sedang 'sidak' ke kantor itu. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Dulu, waktu Aceh diterjang tsunami, engkau di percaya sama Kantor Pusat untuk memimpin kantor operasional perbendaharaan disana. Kau bilang waktu itu, duit yang kau kelola besar dan itu menggunakan dolar. Seluruh staff pun adalah hasil pilihanmu, dengan melihat kapabilitas dan kemampuan.
"lancar gak kamu ngomong bahasa inggrisnya?", katamu suatu saat padaku..
"sedikit sedikit ngerti,"jawabku jujur..
"kalau gitu bukan pilihan bapak ikut ke aceh," sergah engkau….dan saya pun nyengir kecut..
Saat itu banyak orang yang iri sama engkau, karena bayarannya tinggi. Tapi mereka tidak tahu, bahwa engkau mengkonsep surat sendiri, mengetik surat sendiri, dan menandatangani surat sendiri serta mengantar surat itu via pos engkau sendiri pula. Sementara staff yang lain super sibuk mengurusi kerjaan mendesak yang lainnya. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Itu engkau waktu sudah jadi pimpinan, dulu waktu engkau masih staff biasa kau pun disiplin luar biasa. Sebelum jam berdentang tepat pukul 12.00 kau tidak beranjak dari tempat dudukmu. Tidak mau keluar, sebelum waktu istirahat tiba. Padahal saat itu istrimu sudah menunggu di luar. Tapi kau tetap bergeming tidak keluar menyambut istrimu. Kau duduk dikursimu, dan sang istri menunggu di depan kantor. Katamu saat itu, biar tidak ada pekerjaan kau kuatkan matamu membaca segala peraturan terkait pekerjaanmu. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Kalau seorang muslim itu pegangannya Al Qur'an, nah kalau PNS juga harus punya pegangan agar bisa kerja sebaik mungkin. Ada keppres, peraturan menteri, edaran pusat kamu pelajari baik baik biar bisa kerja layaknya kamu bisa hidup dengan benar karena ada Al Qur'an yang kamu pegang, itulah pesanmu padaku suatu ketika.
Sewaktu kau memimpin rapat di kantor pusat, staff mu yang berpenampilan parlente dan lebih mewah dari engkau membuka acara. Seluruh tamu undangan peserta rapat mengira bahwa dialah yang akan memimpin rapat. Tapi akhirnya seluruh tamu undangan itu terkejut, karena staff mu yang berpenampilan parlente dan lebih mewah dari engkau sebelum membuka acara meminta ijin kepadamu agar rapat segera dimulai. Kau duduk jauh di pojok, pakaianmu pun sederhana dan seluruh tamu undangan waktu itu tidak menyangka bahwa kau lah bos nya. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Itu semua membuktikan bahwa engkau smart, berpengetahuan luas, dan intelek. Andai tidak ada orang yang menghambat laju pendidikanmu untuk mendapatkan beasiswa, seharusnya engkau tidak cuma menjabat sebagai Kasubdit di Kantor Pusat, bisa saja menjadi direktur, atau dirjen. Tapi takdir berkata lain….
Fisikmu pun sebanding dengan kuatnya intelektualitasmu. Engkau pernah cerita bahwa engkau seharusnya juara pertama lari se jawa tengah, tapi engkau merasa tidak enak menjadi juara karena dibelakang mu persis ada anggota TNI. Dan kau pun mengalah menjadi juara dua. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Dulu engkau pernah kami keroyok. Saya dan teman teman berjumlah delapanan orang mengeroyokmu. Berkelahi. Betulan. Ada yang menendang, yang lain mencekik, yang lain memukul keras bahkan ada yang menggelitiki mu. Tapi kau cuma nyengir, udah gini aja kekuatan anak muda. Dan blap blap blap kami pun terjatuh semua karena kau balas membanting kami. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Waktu kau di Kantor Pusat pun, tiada minggu tanpa berlari. Ya kau sering berlari di Lapangan Banteng Timur, dan temanmu berlari banyak anggota TNI. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Alhamdulilah, waktu saya menikah engkau pun datang. Ya engkau sengaja menyempatkan datang saat engkau ada tugas dari kantor pusat ke aceh beberapa hari. Saya pun sangat senang, sungguh kehadiranmu menghapus rasa sedih saya atas ketidakhadiran seluruh teman satu angkatan, karena mereka sudah kadung menyebar ke seantero Indonesia.
Syahdan, saat engkau pulang dari naik haji yang kedua, ternyata surat pensiun dini mu sudah disetujui sama atasanmu. Dan sekarang engkau sudah berhenti jadi PNS, saat engkau masih menjabat Kasubdit di Kantor Pusat. Usia mu pun belum tua tua amat, kalaupun usiamu sudah lanjut itu tidak nampak dari badanmu yang tegap, bugar, dan fisik yang prima. Mendengar engkau pensiun saya sedih, sekarang tidak ada lagi panutan saya menjadi PNS.
"jadi apa kira kira yang melatar belakangi bapak pensiun,"? tanya sahabatmu yang juga guru saya suatu saat pada mu
"bapak ingin pensiun saat masih kuat dan punya kemampuan untuk berkarya lagi,"itulah jawaban tegas mu.
Sekarang engkau sudah kembali ke kampung halaman di wonosobo sana. Semoga karyamu bisa memajukan wonosobo. Salam takzim saya untuk mu duhai guru ku. Sungguh saat saya menulis ini, air mata saya bercucuran seakan merasa kehilangan dan tidak rela engkau pensiun. Semoga saya bisa sekuat bapak memegang prinsip dan idealismenya…. Amin Ya Robb,,,
Guru saya itu bernama : TYAS MIYANTO
sumber: http://sosok.kompasiana.com/2011/05/11/keputusanmu-untuk-pensiun-dini-sungguh-sangat-mengejutkanku/
Penampilanmu sungguh sangat sederhana, padahal waktu itu engkau sudah menjabat Kabid - setingkat kepala kantor. Tapi justru dari pandangan pertama itulah saya langsung kesengsem sama engkau. Jatuh cinta yang tidak dapat ditahan lagi.
Idealisme-mu semakin mengharumkan nama baikmu di dunia birokrasi. Banyak sekali cerita cerita `gila' tentang engkau. Saat kau menjabat Kabid di Kantor Wilayah waktu itu, pernah engkau melakukan dinas tugas pembinaan ke kantor operasional di daerah. Tidak seperti kebanyakan orang Kanwil pada umumnya, yang sebelum berangkat ke tujuan menelpon kepala kantor operasional di daerah. Hasilnya, jelas diservis luar biasa. Dijemput, dicarikan hotel, dicarikan oleh oleh, dan diantar pulang. Tetapi engkau tidak seperti mereka. Diam diam engkau sudah meluncur ke kantor daerah itu, dengan pakaian sederhanamu seluruh pegawai di Kantor tidak menyangka bahwa orang Kanwil yang datang ialah engkau. Bahkan satpam di pintu gerbang pun tidak menyangka bahwa engkau seorang Kabid yang sedang 'sidak' ke kantor itu. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Dulu, waktu Aceh diterjang tsunami, engkau di percaya sama Kantor Pusat untuk memimpin kantor operasional perbendaharaan disana. Kau bilang waktu itu, duit yang kau kelola besar dan itu menggunakan dolar. Seluruh staff pun adalah hasil pilihanmu, dengan melihat kapabilitas dan kemampuan.
"lancar gak kamu ngomong bahasa inggrisnya?", katamu suatu saat padaku..
"sedikit sedikit ngerti,"jawabku jujur..
"kalau gitu bukan pilihan bapak ikut ke aceh," sergah engkau….dan saya pun nyengir kecut..
Saat itu banyak orang yang iri sama engkau, karena bayarannya tinggi. Tapi mereka tidak tahu, bahwa engkau mengkonsep surat sendiri, mengetik surat sendiri, dan menandatangani surat sendiri serta mengantar surat itu via pos engkau sendiri pula. Sementara staff yang lain super sibuk mengurusi kerjaan mendesak yang lainnya. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Itu engkau waktu sudah jadi pimpinan, dulu waktu engkau masih staff biasa kau pun disiplin luar biasa. Sebelum jam berdentang tepat pukul 12.00 kau tidak beranjak dari tempat dudukmu. Tidak mau keluar, sebelum waktu istirahat tiba. Padahal saat itu istrimu sudah menunggu di luar. Tapi kau tetap bergeming tidak keluar menyambut istrimu. Kau duduk dikursimu, dan sang istri menunggu di depan kantor. Katamu saat itu, biar tidak ada pekerjaan kau kuatkan matamu membaca segala peraturan terkait pekerjaanmu. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Kalau seorang muslim itu pegangannya Al Qur'an, nah kalau PNS juga harus punya pegangan agar bisa kerja sebaik mungkin. Ada keppres, peraturan menteri, edaran pusat kamu pelajari baik baik biar bisa kerja layaknya kamu bisa hidup dengan benar karena ada Al Qur'an yang kamu pegang, itulah pesanmu padaku suatu ketika.
Sewaktu kau memimpin rapat di kantor pusat, staff mu yang berpenampilan parlente dan lebih mewah dari engkau membuka acara. Seluruh tamu undangan peserta rapat mengira bahwa dialah yang akan memimpin rapat. Tapi akhirnya seluruh tamu undangan itu terkejut, karena staff mu yang berpenampilan parlente dan lebih mewah dari engkau sebelum membuka acara meminta ijin kepadamu agar rapat segera dimulai. Kau duduk jauh di pojok, pakaianmu pun sederhana dan seluruh tamu undangan waktu itu tidak menyangka bahwa kau lah bos nya. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Itu semua membuktikan bahwa engkau smart, berpengetahuan luas, dan intelek. Andai tidak ada orang yang menghambat laju pendidikanmu untuk mendapatkan beasiswa, seharusnya engkau tidak cuma menjabat sebagai Kasubdit di Kantor Pusat, bisa saja menjadi direktur, atau dirjen. Tapi takdir berkata lain….
Fisikmu pun sebanding dengan kuatnya intelektualitasmu. Engkau pernah cerita bahwa engkau seharusnya juara pertama lari se jawa tengah, tapi engkau merasa tidak enak menjadi juara karena dibelakang mu persis ada anggota TNI. Dan kau pun mengalah menjadi juara dua. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Dulu engkau pernah kami keroyok. Saya dan teman teman berjumlah delapanan orang mengeroyokmu. Berkelahi. Betulan. Ada yang menendang, yang lain mencekik, yang lain memukul keras bahkan ada yang menggelitiki mu. Tapi kau cuma nyengir, udah gini aja kekuatan anak muda. Dan blap blap blap kami pun terjatuh semua karena kau balas membanting kami. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Waktu kau di Kantor Pusat pun, tiada minggu tanpa berlari. Ya kau sering berlari di Lapangan Banteng Timur, dan temanmu berlari banyak anggota TNI. Ah mungkin ini hanya fiksi?? Tapi itulah engkau….
Alhamdulilah, waktu saya menikah engkau pun datang. Ya engkau sengaja menyempatkan datang saat engkau ada tugas dari kantor pusat ke aceh beberapa hari. Saya pun sangat senang, sungguh kehadiranmu menghapus rasa sedih saya atas ketidakhadiran seluruh teman satu angkatan, karena mereka sudah kadung menyebar ke seantero Indonesia.
Syahdan, saat engkau pulang dari naik haji yang kedua, ternyata surat pensiun dini mu sudah disetujui sama atasanmu. Dan sekarang engkau sudah berhenti jadi PNS, saat engkau masih menjabat Kasubdit di Kantor Pusat. Usia mu pun belum tua tua amat, kalaupun usiamu sudah lanjut itu tidak nampak dari badanmu yang tegap, bugar, dan fisik yang prima. Mendengar engkau pensiun saya sedih, sekarang tidak ada lagi panutan saya menjadi PNS.
"jadi apa kira kira yang melatar belakangi bapak pensiun,"? tanya sahabatmu yang juga guru saya suatu saat pada mu
"bapak ingin pensiun saat masih kuat dan punya kemampuan untuk berkarya lagi,"itulah jawaban tegas mu.
Sekarang engkau sudah kembali ke kampung halaman di wonosobo sana. Semoga karyamu bisa memajukan wonosobo. Salam takzim saya untuk mu duhai guru ku. Sungguh saat saya menulis ini, air mata saya bercucuran seakan merasa kehilangan dan tidak rela engkau pensiun. Semoga saya bisa sekuat bapak memegang prinsip dan idealismenya…. Amin Ya Robb,,,
Guru saya itu bernama : TYAS MIYANTO
sumber: http://sosok.kompasiana.com/2011/05/11/keputusanmu-untuk-pensiun-dini-sungguh-sangat-mengejutkanku/
Rabu, 11 Desember 2013
Jika telur pecah...
Jika telur pecah karena faktor eksternal
Berarti kehidupannya berakhir
Jika telur pecah karena faktor internal
Berarti ada kehidupan baru dimulai
"SESUATU YANG AGUNG SELALU DIMULAI DARI DALAM"
DR. Salman Audah, seorang ulama' dan pemikir dari Saudi Arabia berkata:
Kita wajib percaya bahwa kita diciptakan bukan:
Untuk gagal
Untuk bersedih, atau
Untuk menjadi manusia-manusia tanpa tujuan
Kita wajib percaya bahwa keberadaan kita bukanlah kebetulan
Bukan pula sekedar suatu angka
Keberadaan kita adalah karena adanya suatu keperluan
"SAYA ADA KARENA ALAM SEMESTA MEMERLUKAN SAYA"
Ambillah ibrah dari harimu
Jadikan kemaren sebagai pengalaman
Dunia adalah persoalan matematik
Bubuhkan tanda - capek dan sengsara
Bubuhkan tanda + cinta dan kesetiaan
Niscaya Tuhan pemilik langit akan menolong dan memberikan taufiq kepadamu
Jika engkau sujud, sampaikan kepada-Nya seluruh rahasiamu
Jangan dengarkan orang-orang di sekelilingmu
Bisiki Dia dengan air matamu
Dan hatimu adalah kekayaanmu
Dan Dia melihat kepadanya
Jangan berkata: dari mana aku mulai
Ketaatan kepada-Nya adalah titik awal
Jangan berkata: mana jalanku
Syari'at Allah adalah penunjuk jalan
Jangan berkata: di mana kenikmatanku
Cukulah syurga Allah sebagai jawabannya
Jangan berkata: besok aku akan memulai
Bisa jadi itulah akhir perjalananmu
Dunia itu tiga hari:
Sehari telah kita lalui dan tidak akan kembali
Hari ini yang tidak akan abadi, dan
Besok, yang kita tidak tahu akan bersama siapa? Dan di mana?
Saat seseorang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas kepadamu
Jangan marah..senyumlah..sebab ia telah mengungkapkan jati dirinya, sehingga engkau tidak perlu capek menggalinya
Dan biasakan lidahmu untuk mengucapkan:
Allahummaghfirli (ya Allah, ampuni daku)
Sebab ada saat-saat tertentu Allah SWT tidak menolak permohonan siapa pun.
Oleh : Ust. Musyaffa Abdurrahim, Lc.
Berarti kehidupannya berakhir
Jika telur pecah karena faktor internal
Berarti ada kehidupan baru dimulai
"SESUATU YANG AGUNG SELALU DIMULAI DARI DALAM"
DR. Salman Audah, seorang ulama' dan pemikir dari Saudi Arabia berkata:
Kita wajib percaya bahwa kita diciptakan bukan:
Untuk gagal
Untuk bersedih, atau
Untuk menjadi manusia-manusia tanpa tujuan
Kita wajib percaya bahwa keberadaan kita bukanlah kebetulan
Bukan pula sekedar suatu angka
Keberadaan kita adalah karena adanya suatu keperluan
"SAYA ADA KARENA ALAM SEMESTA MEMERLUKAN SAYA"
Ambillah ibrah dari harimu
Jadikan kemaren sebagai pengalaman
Dunia adalah persoalan matematik
Bubuhkan tanda - capek dan sengsara
Bubuhkan tanda + cinta dan kesetiaan
Niscaya Tuhan pemilik langit akan menolong dan memberikan taufiq kepadamu
Jika engkau sujud, sampaikan kepada-Nya seluruh rahasiamu
Jangan dengarkan orang-orang di sekelilingmu
Bisiki Dia dengan air matamu
Dan hatimu adalah kekayaanmu
Dan Dia melihat kepadanya
Jangan berkata: dari mana aku mulai
Ketaatan kepada-Nya adalah titik awal
Jangan berkata: mana jalanku
Syari'at Allah adalah penunjuk jalan
Jangan berkata: di mana kenikmatanku
Cukulah syurga Allah sebagai jawabannya
Jangan berkata: besok aku akan memulai
Bisa jadi itulah akhir perjalananmu
Dunia itu tiga hari:
Sehari telah kita lalui dan tidak akan kembali
Hari ini yang tidak akan abadi, dan
Besok, yang kita tidak tahu akan bersama siapa? Dan di mana?
Saat seseorang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas kepadamu
Jangan marah..senyumlah..sebab ia telah mengungkapkan jati dirinya, sehingga engkau tidak perlu capek menggalinya
Dan biasakan lidahmu untuk mengucapkan:
Allahummaghfirli (ya Allah, ampuni daku)
Sebab ada saat-saat tertentu Allah SWT tidak menolak permohonan siapa pun.
Oleh : Ust. Musyaffa Abdurrahim, Lc.
Selasa, 03 Desember 2013
"HIDUP ITU SEPERTI TASBIH"
Berawal dan berakhir dititik yang sama.
Bukan tasbih jika cuma 1 butir,
bukan hidup jika hanya 1 dimensi.
Kehidupan akan sempurna jika telah melewati serangkaian suka - duka, bahagia-sedih, sehat-sakit, sukses-gagal, pasang-surut.
Seperti #tasbih yang melingkar, hidup juga demikian.
Kemanapun kita pergi dan berlari menghindar tetap dalam lingkaran takdir-NYA.
Semoga kita dapat menjalani setiap hari-hari kita dengan kesabaran, ketabahan, keikhlasan dan dengan senyuman manis yang kita miliki. Semoga hari-hari kita juga diberikan keberkahan dan keridhoan ALLAH SWT. Aamiiin.
by. Nesa P.V
Langganan:
Postingan (Atom)