Penulis terkenal Doug Hooper pernah mengatakan “You are what you think”
dalam bukunya dengan judul yang sama dengan kesimpulan bahwa pendapat
kita tentang ihwal diri kita termasuk menyangkut masalah keberhasilan
dan kegagalan dari berbagai pencapaian hidup yang secara konsisten ada
dalam benak kita itulah yang menjadi kenyataan untuk diri kita. Hal
senada diungkapkan pula oleh Stephen R. Covey dalam bukunya The 7 Habits
of Highly Effective People (1993) bahwa kita melihat dunia, bukan
sebagaimana dunia apa adanya, melainkan sebagaimana kita adanya atau
sebagaimana kita dikondisikan untuk melihatnya.
Seseorang dapat
merasa selamanya hidup gagal dan mencap dirinya sendiri seakan terlahir
dan sepantasnya untuk menjadi manusia sial, pecundang dan gagal.
Demikian pula penilaian dan cara pandangnya terhadap segala hasil usaha
dan pencapaian orang lain akan selalu gagal, negatif dan pokoknya
mengecewakan. Hal itu lahir dari sikap diri negatif yang mendorongnya
untuk melihat diri dan dunia luar dengan kacamata kuda yang gelap dan
picik dari satu arah, sehingga hampir tak terlihat sisi pandang lain
secara jernih sekalipun sebenarnya yang ia pandang adalah positif
ataupun terdapat sisi dan unsur positif.
Dalam konteks ini, patut
kita hayati hadits qudsi yang meriwayatkan titah Allah bahwa keputusan
takdir-Nya terhadap garis hidup manusia tergantung bagaimana ia berfikir
dan berprasangka tentang-Nya. John Maxwell dalam The Winning Attitude:
Your Key to Personal Success (1993) dalam salah satu dari 6 teori dan
aksioma tentang sikap menyimpulkan bahwa sikap sangat menentukan
keberhasilan dan kegagalan mengacu para prinsip “slight-edge”
Menurutnya, sikap kita apakah tetap sabar untuk mencapai tujuan atau
cepat menyerah akan menentukan kita untuk sukses atau gagal (berhenti
usaha).
Paul J Meyer pernah mengatakan bahwa 90 % orang-orang
yang gagal sebetulnya belum tentu gagal, hanya saja mereka cepat
menyerah. Sebagai ilustrasi rahasia sunnatullah sukses dan gagal ini
dapat kita lihat pada fenomena air yang dimasak sampai mendidih. Air
tidak akan mendidih meskipun telah mencapai 99,9 derajat celsius sebab
air hanya akan mendidih pada 100 derajat celsius dan bukan pada 99,9
derajat meskipun hanya kurang 0,01 derajat celsius saja.
Dalam
manajemen keberhasilan dan kegagalan, diperlukan seni menetapkan pola
keberhasilan melalui proses yang terdiri dari lima langkah sebagaimana
tips sukses yang ditawarkan Art Mortell dalam The Courage to Fail (1993)
yaitu;
1. Tentukan atau kenali rasa takut yang melemahkan diri kita;
2. beritahu orang lain tentang sebab-sebab kebingungan Anda, yang dapat membantu membebaskan diri Anda dari rasa takut;
3.
putuskan bagaimana kita bisa berhenti bila upaya kita menimbulkan
kekecewaan yang sangat sampai kita yakin bahwa kita dapat mengendalikan
situasi;
4. mulailah dengan perlahan-lahan sampai kita bisa menghadapi tantangan dengan baik dan mengurangi bahaya timbulnya kepanikan;
5.
bayangkan diri kita sedang berada di tempat yang menyenangkan, sehingga
rasa takut digantikan oleh emosi yang positif dan mampu menggunakannya
untuk mendorong kreativitas.
Kalau kita memandang kegagalan diri
dan orang lain di dunia ini sebagai sesuatu yang ‘gatot’ (gagal total),
kiamat dan tamat riwayat, maka kita akan berhenti pada kegagalan dan
tidak akan pernah melihat keberhasilan. Dalam hidup, yang dikenang orang
bahkan yang kita ingat sebenarnya keberhasilan kita, dan bukannya
pengalaman kegagalan kita. Mereka yang berhasil adalah yang mampu
membuat sebuah pondasi yang kokoh dari batu-bata yang dilemparkan orang
lain padanya. Jarang orang yang menyadari bahwa Isaac Newton pernah
lemah prestasi belajarnya ketika di sekolah dasar, Henri Ford pernah
gagal dalam bisnis dan bangkrut sebanyak 5 kali, Dale Carnegie pernah
depresi dahsyat dan sempat terlintas untuk bunuh diri, Winston Churchill
pernah tidak naik kelas enam, Abraham Lincoln pernah diturunkan
pangkatnya menjadi prajurit biasa sebagaimana Khalid bin Walid pernah
dilengserkan Umar bin Khathab dari posisi komandan menjadi prajurit
biasa, Nabi Yusuf sempat menjadi budak yang diperjualbelikan, dan Nabi
Muhammad saw. pernah tidak berjaya pada perang Uhud, pernah terusir,
dihina, terlukai dan tidak dihiraukan.
Keberhasilan merupakan
bola salju yang bermula dari ukuran kecil yang terus bergulir untuk
terus membesar. Cara kita menyikapi setiap pencapaian, hasil dan
anugerah (nikmat) hidup adalah pola kita memperlakukan bola salju. Bila
kita remehkan dan tidak kita hargai sehingga cenderung mengabaikannya,
maka tidak akan tumbuh besar, bahkan justru akan mencairkan dan
melenyapkannya. Itulah ekspresi jiwa dalam mensyukuri dan menghargai
hasil betapapun adanya. Bukankah Nabi saw bersabda bahwa orang yang
tidak pandai menghargai dan berterima kasih orang lain maka ia tidak
akan dapat bersyukur kepada Allah. Beliau juga berpesan agar kita tidak
meremehkan suatu kebaikan pun. (QS.An-Naml:19, 40, Ibrahim:7)
Hargailah
proses dan usaha betapapun hasilnya untuk dapat meraih keberhasilan
yang hakiki. Orang yang pandai bersyukur adalah orang yang pandai
berterimakasih, dan orang yang pandai berterima kasih adalah orang yang
pandai menghargai dan orang tidak akan dapat menghargai apapun bila
tidak memahami, menyadari dan menghargai proses serta usaha. Karakter
utama orang shalih adalah menggunakan akal pikiran untuk memahami proses
(Ulul Albab) termasuk segala ciptaan Allah di semesta alam, sehingga
segala ucapan, sikap dan komentarnya selalu positif, menyejukkan,
memotivasi, membersitkan inspirasi, dan penuh kearifan. Refleksi spontan
imani Ulul Albab berupa komentar “Rabana ma khalaqta hadza bathilan”
(Ya Tuhan Kami, tidaklah apapun yang Engkau ciptakan ini sia-sia, Maha
suci Engkau… QS. Ali Imran:191) sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan
terhadap proses dan sumber kebaikan, apapun hasil takdir-Nya.
Tipe
wanita yang pandai menghargai pencapaian suami bagaimanapun kondisinya
sebagai bagian dari manajemen keberhasilan adalah Ummul Mukminin
Khadijah. Di saat-saat Rasulullah merasa sangat cemas, kesepian,
ketakutan, dan merasa ditinggalkan, maka Khadijah justru mengungkit
sisi-sisi kebaikan sosial dan pencapaian moral Nabi saw yang begitu
tinggi sehingga mampu membangkitkan kembali motivasi Nabi saw. Demikian
pula tipe suami yang pandai menghargai istri adalah Rasulullah saw
dimana beliau tidak pernah mencela makanan maupun masakan sebagai
penghargaan terhadap proses usaha dan sumbernya yang Maha Pemberi.
Beliau juga tidak mencela kondisi fisik istrinya Aisyah yang tidak
langsing lagi sebagai penghargaan beliau terhadap usaha dan pengorbanan
Aisyah untuk tetap setia menghibur dan mendampingi Nabi saw, sehingga
beliau cukup menyiratkan pentingnya pemeliharaan tubuh melalui olahraga
lari.
Di saat sahabat merasa gagal mempertahankan kualitas iman
dan spiritualitas, Nabi saw memberikan penghargaan terhadap adanya
kesadaran untuk merawat spiritualitas dan beliau memberikan motivasi
bahwa kondisi keimanan seseorang memang fluktuatif sehingga dapat naik
dan turun, naiknya dengan ketaatan dan turunnya dengan ketidakpatuhan.
Namun sebaliknya di saat para sahabat merasa terlalu yakin dengan
pencapaian dan prestasi amalnya, beliau mengingatkan bahwa surga tidak
ditentukan oleh amal, melainkan murni karena rahmat Allah semata
termasuk nasib beliau. Hal itu agar para sahabat tidak berhenti beramal
sehingga Allah meridhai dan merahmati mereka.
Kata-kata bijak dan
prinsip-prinsip kearifan yang menumbuhkan motivasi dan memacu inspirasi
sangat diperlukan dalam seni manajemen keberhasilan dan kegagalan bagi
diri dan orang lain. Kung-fu-tze pernah ditanya tentang apa yang akan
dilakukan jika ia menjadi kaisar Cina. Tanpa ragu-ragu ia menjawab, “Aku
akan mendidik rakyatku dengan kata-kata yang penuh inspirasi, semoga
dengan menggunakan kata-kata itu mereka akan menjadi generasi bangsa
yang gagah perkasa.”
Keberhasilan perlu disongsong, dibangun dan
dijaga sebagaimana kegagalan perlu diantisipasi, dihindari dan dilawan.
Don Gabor dalam Big Things Happen (1997) memberikan 7 daftar pemeriksaan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun sukses yaitu;
1. tetap berusaha dan bekerja untuk membuat kemampuan ada lebih menonjol dari sebelumnya;
2. gunakan bakat Anda dalam banyak cara sedapat mungkin;
3. beri diri Anda kesan dan citra positif untuk mencapai tujuan;
4. cari manfaat dan hikmah dari keberhasilan Anda;
5. periksalah arsip tentang rencana dan program yang belum diselesaikan atau impian yang belum kesampaian;
6. masukkan sebanyak mungkin pengetahuan dari keberhasilan dan kegagalan Anda sebisa Anda;
7. dapatkan orang-orang yang bisa Anda ajak berbagi pengalaman dan pengetahuan Anda.
Orang
tidak akan dapat menghargai setiap pencapaian, prestasi dan hasil diri
sendiri maupun orang lain kalau tidak menyadari dan menghargai proses
dan usaha serta mengingat Allah sebagai sumber segala karunia. Wallahu
A’lam Wa Billahit Taufiq Wal Hidayah. []
Thanks to : www.dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar